Pemimpin Masa Depan
Genderang pemilu telah mulai berkumandang perang politik akan segera dimulai. Semua partai sibuk dengan idealisme dan kepercayan diri yang penuh dengan konsep dipaparkan melalui permainan kata yang cukup membuat terkesima ketika mendengarnya. Kesejahteraan, kemakmuran, kamapanan, keadilan, pemerataan, vigur pemimpin diusung sebagai janji politik. Sadar atau tidak mereka, blunder politik, blunder birokrasi, blunder pemimpin, blunder janji telah terjadi disana sini. Semua partai sibuk dengan vigur dan pemimpinnya masing-masing yang diyakini dapat membawa pembaharuan bukan berdasar pada pemahaman yang melalui analisis yang panjang terhadap kemampuan pemimpinnya.
Carut-marut, kekusutan, acak kadut kehidupan berbangsa disuatu Negara merupakan harga mati yang harus dibayar oleh pemimpinnya. Wujudnya ketika permasalahan di suatu Negara tersebut telah demikIan kompleksnya. Pemimpin-pemimpin masa depan ideal adalah pemimpin yang mempunyai ide-ide cemerlang sehingga dapat memberikan terobosan-terobosan baruyang cemerlang pula bagi suatu paradigma perubahan, pemimpin masa depan adalah pemimpin yang menjadikan masalah sebagai suatu solusi bagi perbaikan, pemimpin masa depan adalah pemimpin yang general yang mampu meramu berbagai keahlIan, keadaan dan kepentingan menjadi suatu kekuatan, pemimpn masa depan adalah pemimpin yang ketika bermimpi kemudIan menjadikannya nyata, pemimpin masa depan adalah pemimpin yang percaya diri karena kemampuannya melewati berbagai pengalaman pahitnya kehidupan, pemimpin masa depan adalah pemimpin yang tidak berada dibawah bayang-bayang pendahulunya, karenanya Ia semu.
Bukanlah ………..
Pemimpin yang hanya mampu bermain dengan kata-kata, pemimpin yang hanya tebal teori dan retorika, pemimpin yang mencari solusi dengan lari dari masalah, pemimpin yang percaya diri dengan dukungan dari para anteknya, pemimpin yang hanya menjual wibawa, pemimpin yang hanya mengandalkan silsilah keluarga.
Apakah ada……???
Banjir dan kemacetan di suatu ibu kota suatu Negara merupakan masalah umum yang dihadapi hampir oleh setIap Negara yang dipandang sebagai suatu masalah, rencana untuk memindahkan ibukota Negara ke daerah yang masih baru dengan harapan penataan kota dapat dilakukan sejak dini dIanggap sebagai sebuah solusi, solusi yang mencerminkan pengambilan keputusan bukan berdasarkan pada perbaikan namun lebih kepada penyelesaIan masalah dijawab dengan lari dari masalah tersebut. Apakah dilokasi yang baru nantinya tidak akan muncul masalah baru dan ketika muncul masalah baru, keputusan yang dIambil lagi-lagi dengan memindahkan lagi lokasi kota tersebut, kapan sebenarnya kita tahu kalau sebenarnya kita telah keluar dari masalah ataukah kita hanya terjebak pada sebuah blunder sebagai akibat dari suatu keputusan.
Warisan tahta kekuasaan dahulu kala hanya terjadi pada sistem kerajaan, sekarang terjadi pula pada suatu sistem pada pemerintahan suatu Negara. Akhirnya tidak ada hal baru muncul, yang ada hanyalah berupaya melanjutkan dan mewariskan cita-cita pendahulunya, padahal zama saat ini dengan pendahulunya sangatlah berbeda. Ilmu teori pun selalu diperbaharui mengikuti perkembangan zaman, begitu juga dengan teknologi. Sedangkan konsep suatu Negara yang menyangkut ratusan juta jiwa masih menggunakan konsep yang merupakan warisan usang dari pendahulunya, sungguh suatu yang ironi.
Rakyat tidak butuh wibawa dari seorang pemimpinnya melainkan ide-ide yang dapat membawa suatu perubahan yang tentunya lebih baik akan jauh lebih penting dari wibawa tersebut. Sudah saatnya rakyat diberikan angin segar dengan datangnya pemimpin yang mempunyai ide segar. Angin perubahan tidak dihembuskan oleh wibawa pemimpinnya melainkan melalui keputusan heroik yang dIambil.
Kata-kata intelektual yang enak didengar, membuat kagum yang mendengarkannya, hanya akan menina bobokan pendengarnya. Sedangkan sebenarnya mereka harus bangun dari tidur dan bersama-sama beranjak menuju suatu kemajuan bersama. Rakyat butuh suara ayam berkokok, butuh sinar mentari agar terjaga dari tidur dan mimpi kemudIan memulai hari-hari dengan suatu kemandirIan yang difasilitas oleh pemimpinnya.
Retorika dan teori adalah suatu yang datang belakangan, Ia hadir ketika sesuatu telah dibuktikan melalui praktik yang telah terbukti dan teruji terlebih dahulu, melalui tindakan-tindakan kemudIan dibukukan untuk dijadikan pemahaman oleh mereka yang membutuhkannya. Pemimpin dengan segudang teori dan retorika harus masih melalui tahapan praktek karena dIa hanya mempunyai pemahaman tetapi tidak memiliki praktiknya. Berapa lama rakyat harus menunggu hasil perbuatan dari pemimpin seperti ini, jikalau masih memerlukan uji coba dari teori yang dipahaminya, berapa banyak yang akan menjadi korban dari kegagalan hasil uji coba keputusan. Bagaimana pemimpin tersebut tahu persis praktik kehidupan di pedesaan jikalau Ia selama ini lebih banyak hidup dikota dan sekalipun tidak pernah menginjakkan kaki di tanah kotor dan becek milik pedesaan, bagaimana pemimpin tersebut mengerti betul tentang ekonomi jika sekalipun kehidupan berbisnis tidak pernah Ia geluti, bagaimana bisa muncul terobosan-terobosan baru jikalau teori yang dipakai hanya mengandalkan teori warisan dari para pendahulunya sedangkan sekalipun Ia tidak pernah membuat sesuatu.
Dipublish: La Ode Muhamad Fardan
www.fardanode.blogspot.com