Tepat pada Tanggal 27 Juni 2018 mendatang Provinsi Sulawesi Tenggara akan melangsungkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak gelombang 1 bersamaan dengan beberapa Kabupaten/Kota di Tahun 2018 . Kiranya penting menurut penulis untuk memberikan sedikit pandangan ekonomi politik dalam pelaksanaan evoria pesta Demokrasi yang akan digelar tersebut. Penulis memaknai, bahwa pilkada bukan hanya untuk menunjukkan kemajuan berdemokrasi, memilih pemimpin baru, mengukur partisipasi politik rakyat, akan tetapi pilkada 2018 harus menjadi ruang pertarungan Gagasan dan program-program kerakyatan oleh masing-masing Kandidat. Satu hal yang ingin penulis sampaikan bahwa masyarakat indonesia sampai hari ini dan tak terkecuali masyarakat Sulawesi Tenggara sangat percaya bahwa akan ada suatu perubahan secara politik, kemajuan secara ekonomi, pelayanan publik yang baik dan program-program yang pro rakyat akan lahir ketika ada Pemilu, Pilkada, Pilwalkot bahkan Pilkades sekalipun, hal ini dibuktikan bahwa ketika event demokrasi digelar, rakyat masih berbondong-bondong menyalurkan hak pilih nya (suara) dengan berbondong-bondong datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) pada saat Voting Day.
Praktis saat ini ada banyak isu yang sudah beredar di masyarakat tentang calon gubernur/wakil gubernur yang akan memperebutkan posisi no 1 (Satu) di Provinsi Sulawesi Tenggara, sejumlah nama pun bermunculan baik itu dari kalangan tokoh-tokoh politik, tokoh pemuda, anggota DPRD, maupun Birokrasi. sejauh ini sudah bisa terpastikan siapa-siapa saja yang akan tampil dan maju secara terbuka dan mendapat dukungan politik dari partai-partai politik (Koalisi Partai) dan dukungan rakyat melalui jalur independent sebagai calon gubernur/wakil gubernur 2018 mendatang. Di partai politik sendiri masih melakukan penjaringan kader dan survey internal untuk menentukan sikap politiknya, dan dijalur perorangan (Independen) masih melakukan konsolidasi politik dan mencari dukungan rakyat untuk memastiak tiket masuk dalam perhelatan pilkada 2018 nanti, dan tepatnya minggu kemarin KPU Provinsi telah menentukan 3 calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tenggara untuk memperebutkan kursi Nomor Satu di Sultra. Saat ini, praktis sejumlah isu yang berkembang, nama yang bermunculan tengah melakukan konsolidasi politik dan penggalangan dukungan politik rakyat seperti menaikkan elektabiltas untuk menggenjot popularitas personal kepada masyarakat secara luas dan bisa menembus lingkaran kemenangan.
Tulisan kali ini akan lebih mengarah dan akan dikerucutkan pada sektor kesejahteraan petani. Penulis memilih sektor ini karena kelas petani merupakan representatif kelas masyarakat Sulawesi Tenggara, bukan nya tidak ingin membahas sektor-sektor yang lain seperti pariwisata, maritim, pengembangan ekonomi kreatif, pemberantasan korupsi ataupun program kesehatan pendidikan dan lain nya, Tapi paparan ekonomi politik ini akan lebih banyak menyentuh sektor pertanian. Sektor pertanian ini merupakan sandaran ekonomi mayoritas masyarakat di wilayah sulawesi tenggara, baik itu sebagai petani kebun (Kakao, cengkeh, Kelapa) atau petani musiman (jagung, Jahe, semangka, Nilam dan lain nya)
Problem Umum Petani saat ini
Pergerakan ekonomi nasional saat ini memang mengarah pada negara indusri, akan tetapi sebagai negara yang mempunyai lahan yang luas dan subur tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia adalah sebagai negara Agraris. Tanah indonesia adalah tanah yang subur seperti lirik lagu yang di nyanyikan Alm Gombloh bahwa tongkat dan kayu bisa jadi tanaman, lagu itu secara tidak langsung mau menyampaikan bahwa tanah indonesia sangat subur. Makanya jangan heran para pemilik modal dari luar sangat masif menanamkan investasi nya di Indonesia. Lahan yang sangat luas dan subur itulah faktor pendukung nya. Apalah daya bagi negara yang memiliki tanah luas dan subur itu tetapi masih melakukan Impor pangan dari negara luar, ironisnya Program pemerintah Raskin pun masih harus impor dari negara tetangga.
Pertama, Skala kecil : Percaya ataupun tidak alat produksi yang sangat kecil yang dimiliki petani kurang dari 1 hektar Tanah merupakan faktor sehingga hasil dari produksi petani sangat kecil dan hanya mampu memenuhi sebagian kebutuhan hidup petani di beberapa wilayah yang ada disulawesi tenggara, hanya beberapa orang saja yang menguasia alat produksi (Tanah) yang luas antara 2 sampai 5 Hektar. Kedua, Modal yang terbatas dan penggunaan teknologi sederhana: modal yang sangat minim pun turut mempengaruhi kualitas dan hasil produksi petani seperti membeli obat-obatan, pupuk dan alat pertanian yang modern, alhasil tanaman mudah di serang penyakit dan hasil produksi (Panen) nya pun sudah bisa di pastikan tidak memuaskan masalah modal diakibatkan akses kredit petani pun sangat sulit karena hampir tidak maksimal wadah yang ada disetiap desa seperti koprasi petani, dan bantuan modal dari pemerintah harus digenjot. selain kendala modal yang dihadapi petani juga masih menggunakan alat-alat pertanian yang sangat sederhana dan cara-cara nya masih menggunakan metode lama, di negara tetangga sudah menggunakan alat-alat pertanian yang sudah maju di negeri kita petani masih bertani dengan peralatan sederhana. ketiga. Sangat dipengaruhi oleh musim :Musim dalam pengertian penulis bahwa bukan hanya dilihat dari segi geografis, akan tetapi budaya yang sering dialami petani diwilayah sulawesi tenggara, contoh : ketika orang ramai menanam Nilam (Tanaman Musiman) masyarakat ramai menanam nilam. Ketika ada seorang petani sukses dengan tanaman Tomat atau Cabai, petani pun melakukan hal yang sama yaitu beramai-ramai menanam tomat dan cabai (Ikut-ikutan) ini adalah fenomena yang terjadi. Praktis tidak ada satu tanaman prioritas pun yang menjadi unggulan di suatu daerah. Ke empat, Wilayah pasarnya lokal : Pasar adalah salah satu faktor yang menyulitkan petani apalagi ketika menghadapi musim panen, harga setiap komoditi yang tidak stabil (Naik/Turun) sehingga praktis membuat petani tidak menetap pada satu jenis tanaman. Fenomena seperti ini seharusnya harus di ketahui oleh pemerintah dan para anggota DPRD, agar bisa dicarikan solusinya. Pasar komoditi pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni yang dikuasai oleh pedagang-pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan petani.
Ekspansi perkebunan kelapa sawit dan kesejahteraan Petani di Provinsi Sulawesi Tenggara
Pilkada 2018 di Provinsi sulawesi tenggara ini akan membuka ruang Investasi dan para tuan investor pun akan memainkan peranan nya dalam pilkada, Sesuai rencana Reezim SBY-Boediono ketika menjabat sebagai presiden dan wakil Presiden Repulik Indonesia 2009-2014, ada keinginan untuk menjadikan negara indonesia sebagai negara pengekspor minyak sawit terbesar di dunia menyaingi negara tetangga Malysia, dan keinginan itu pun akan terus berlangsung dibawah rezim Jokowidodo-Jusuf Kalla. hal tersebut secara tidak langsung akan adanya ekspansi besar-besaran pembukaan perkebunan kelapa sawit khusunya di wilayah Propinsi Sulawesi tengagara yang tanah nya masih cukup luas dan menjanjikan untuk dibukanya perkebunan kelapa sawit, apa lagi situasi perkebunan Kakao masyarakat yang sudah mulai kurang produktif akibat tanaman kakao sudah tua dan rentan kena penyakit (Hama) sehingga kualitas tanaman dan hasilnya pun menurun. Akibat nya pengalihan jenis tanaman dari kakao ke sawit pun menjadi salah satu jalan keluar menurut rezim saat ini untuk bisa meningkatkan ekonomi petani.
Keinginan rezim tersebut bukan hanya sekedar wacana semata, ekspansi tersebut juga masuk ke beberapa wilayah yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara. walaupun hingga hari ini belum kelihatan secara masif kerja-kerja perusahaan. Mendiskkusikan persoalan Perkebunan kelapa Sawit pun harus utuh dan waktunya panjang, karena akan membahas persoalan politik, ekonomi dan budaya, serta posisi petani. apalagi keterlibatan pengusaha dalam perkebunan kelapa sawit sangat kuat didalam nya. Mungkin persoalan ini akan penulis uraikan secara utuh melalui tulisan dilain kesempatan.
(seperti isu yang beredar akhir akhir ini, akan ada perusahaan kelapa sawit yang masuk wilayah kabupaten muna _ sultra) yang digunakan oleh perusahaan pun langsung menyentuh tanah-tanah produktif dan non produktif milik masyarakat, Kategori Produktif disini tanah tersebut di isi tanaman seperti Kakao, Cengkeh, Coklat, ataupun Tanaman Musiman karena berada di pemukiman. Dan Non Produktif yaitu tanah yang tidak difungsikan atau dikerjakan oleh pemilik tanah. Pilihan areal pemukiman pun sangat tepat, karena apabila perluasan tersebut memilih kewilayah pegunungan (HUTAN) praktis hanya kawasan Hutan Lindung lah yang akan di dapat karena hampir separuh kawasan pegunungan sudah di isi tanaman oleh petani khusunya Kakao dan cokelat yang masih sangat produktif dan hasilnya dinikmati oleh petani. ,,,,,,,,,,,,,,,??
Apa yang harus dilakukan
Dalam momentum pilgub kali ini, program-program setiap calon Gubernur dan Wakil gubernur sultra, disektor pertanian harus mampu menjawab dan menyentuh secara langsung pada akar persoalan yang di hadapi petani, program tersebut harus menjadi program prioritas tiap-tiap kandidat calon Gubernur dan Wakil gubernur kedepan, apalagi kalau kita bicara soal kesejahteraan sosial petani.
Pertama, sesuai semangat pasal 33 UUD 1945 dan amanat dalam Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960, tanah-tanah yang belum produktif (Lahan Tidur) harus segera di fungsikan, hal ini akan membantu masyarakat (petani) untuk menggenjot perekonomian dan meningkatkan pendapatan per kapita petani, baik itu diisi oleh tanaman musiman atau tanaman lain nya.
Kedua, petani harus diberikan bibit-bibit yang unggul untuk tanahnya, alat pertanian yang lebih modern untuk menggarap tanah nya, diberikan pupuk gratis untuk mendongkrak hasil produksi nya,
Ketiga, pemerintah harus memperhatikan sarana pasca panen petani (Pasar) hal ini untuk menjamin hasil produksi petani mendapatkan pasar untuk menjual hasil produksinya (Tanaman), pemerintah juga harus membangun koprasi-koprasi petani sebagai wadah penyediaan modal, penyediaan bibit, penyediaan pupuk, penyediaan alat-alat pertanian yang modern untuk kelangsungan produksinya.
Ke empat,harus ada Peraturan Daerah (Payung Hukum) yang progresif dan pro rakyat (Petani) yang mengatur masalah-masalah pertanian dikeluarkan dengan harapan aturan hukum tersebut akan menjawab segala masalah yang dihadapi petani di wilayah sulawesi tenggara.
#Sekian
Semoga Bisa Bermanfaat
(La Ode Muhamad Fardan)