Selasa, 20 Februari 2018

Suara Petani Dalam Pilgub Sultra

Oleh : La Ode Muhamad Fardan

Tepat pada Tanggal 27 Juni 2018 mendatang Provinsi Sulawesi Tenggara akan melangsungkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak gelombang  1 bersamaan dengan beberapa Kabupaten/Kota di Tahun 2018 . Kiranya penting menurut penulis untuk memberikan sedikit pandangan ekonomi politik dalam pelaksanaan  evoria pesta Demokrasi yang akan digelar tersebut. Penulis memaknai, bahwa pilkada bukan hanya untuk menunjukkan kemajuan berdemokrasi, memilih pemimpin baru, mengukur partisipasi politik rakyat, akan tetapi pilkada 2018 harus menjadi ruang pertarungan Gagasan dan program-program kerakyatan oleh masing-masing Kandidat. Satu hal yang ingin penulis sampaikan bahwa masyarakat indonesia sampai hari ini dan tak terkecuali masyarakat Sulawesi Tenggara sangat percaya bahwa akan ada suatu perubahan secara politik, kemajuan secara ekonomi, pelayanan publik yang baik dan program-program yang pro rakyat akan lahir ketika ada Pemilu, Pilkada, Pilwalkot bahkan Pilkades sekalipun, hal ini dibuktikan bahwa ketika event demokrasi digelar, rakyat masih berbondong-bondong menyalurkan hak pilih nya (suara) dengan berbondong-bondong datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) pada saat Voting Day.

Praktis saat ini ada banyak isu yang sudah beredar di masyarakat tentang calon gubernur/wakil gubernur yang akan memperebutkan posisi no 1 (Satu) di Provinsi Sulawesi Tenggara, sejumlah nama pun bermunculan baik itu dari kalangan tokoh-tokoh politik, tokoh pemuda, anggota DPRD, maupun Birokrasi. sejauh ini sudah bisa terpastikan siapa-siapa saja yang akan tampil dan maju secara terbuka dan mendapat dukungan politik dari partai-partai politik (Koalisi Partai) dan dukungan rakyat melalui jalur independent sebagai calon gubernur/wakil gubernur 2018 mendatang. Di partai politik sendiri masih melakukan penjaringan kader dan survey internal untuk menentukan sikap politiknya, dan dijalur perorangan (Independen) masih melakukan konsolidasi politik dan mencari dukungan rakyat untuk memastiak tiket masuk dalam perhelatan pilkada 2018 nanti, dan tepatnya minggu kemarin KPU Provinsi telah menentukan 3 calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tenggara untuk memperebutkan kursi Nomor Satu di Sultra.     Saat ini, praktis sejumlah isu yang berkembang, nama yang bermunculan tengah melakukan konsolidasi politik dan penggalangan dukungan politik rakyat seperti menaikkan elektabiltas untuk menggenjot popularitas personal kepada masyarakat secara luas  dan bisa menembus lingkaran kemenangan.

Tulisan kali ini akan lebih mengarah dan akan dikerucutkan pada sektor kesejahteraan petani. Penulis memilih sektor ini karena kelas petani merupakan representatif kelas masyarakat Sulawesi Tenggara, bukan nya tidak ingin membahas sektor-sektor yang lain seperti pariwisata, maritim, pengembangan ekonomi kreatif, pemberantasan korupsi ataupun program kesehatan pendidikan dan lain nya, Tapi paparan ekonomi politik ini akan lebih banyak menyentuh sektor pertanian. Sektor pertanian ini merupakan sandaran ekonomi mayoritas masyarakat di wilayah sulawesi tenggara, baik itu sebagai petani kebun (Kakao, cengkeh, Kelapa) atau petani musiman (jagung, Jahe, semangka, Nilam dan lain nya)

Problem Umum Petani saat ini

Pergerakan ekonomi nasional saat ini memang mengarah pada negara indusri, akan tetapi sebagai negara yang mempunyai lahan yang luas dan subur  tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia adalah sebagai negara Agraris. Tanah indonesia adalah tanah yang subur seperti lirik lagu yang di nyanyikan Alm Gombloh bahwa tongkat dan kayu bisa jadi tanaman, lagu itu secara tidak langsung mau menyampaikan bahwa tanah indonesia sangat subur. Makanya jangan heran para pemilik modal dari luar sangat masif menanamkan investasi nya di Indonesia. Lahan yang sangat luas dan subur itulah faktor pendukung nya. Apalah daya bagi negara yang memiliki tanah luas dan subur itu tetapi masih melakukan Impor pangan dari negara luar, ironisnya Program pemerintah Raskin pun masih harus impor dari negara tetangga.

Pertama, Skala kecil : Percaya ataupun tidak alat produksi yang sangat kecil yang dimiliki petani kurang dari 1 hektar Tanah merupakan faktor sehingga hasil dari produksi petani sangat kecil dan hanya mampu memenuhi sebagian kebutuhan hidup petani di beberapa wilayah yang ada disulawesi tenggara, hanya beberapa orang saja yang menguasia alat produksi (Tanah) yang luas antara 2 sampai 5 Hektar. Kedua, Modal yang terbatas dan penggunaan teknologi sederhana: modal yang sangat minim pun turut mempengaruhi kualitas dan hasil produksi petani seperti membeli obat-obatan, pupuk dan alat pertanian yang modern, alhasil tanaman mudah di serang penyakit dan hasil produksi (Panen) nya pun sudah bisa di pastikan tidak memuaskan masalah modal diakibatkan akses kredit petani pun sangat sulit karena hampir tidak maksimal wadah yang ada disetiap desa seperti koprasi petani, dan bantuan modal dari pemerintah harus digenjot. selain kendala modal yang dihadapi petani juga masih menggunakan alat-alat pertanian yang sangat sederhana dan cara-cara nya masih menggunakan metode lama, di negara tetangga sudah menggunakan alat-alat pertanian yang sudah maju di negeri kita petani masih bertani dengan peralatan sederhana. ketiga. Sangat dipengaruhi oleh musim :Musim dalam pengertian penulis bahwa bukan hanya dilihat dari segi geografis, akan tetapi budaya yang sering dialami petani diwilayah sulawesi tenggara, contoh : ketika orang ramai menanam Nilam (Tanaman Musiman) masyarakat ramai menanam nilam. Ketika ada seorang petani sukses dengan tanaman Tomat atau Cabai, petani pun melakukan hal yang sama yaitu beramai-ramai menanam tomat dan cabai (Ikut-ikutan) ini adalah fenomena yang terjadi. Praktis tidak ada satu tanaman prioritas pun yang menjadi unggulan di suatu daerah.  Ke empat, Wilayah pasarnya lokal : Pasar adalah salah satu faktor yang menyulitkan petani apalagi ketika menghadapi musim panen, harga setiap komoditi yang tidak stabil (Naik/Turun) sehingga praktis membuat petani tidak menetap pada satu jenis tanaman. Fenomena seperti ini seharusnya harus di ketahui oleh pemerintah dan para anggota DPRD, agar bisa dicarikan solusinya. Pasar komoditi pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni yang dikuasai oleh pedagang-pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan petani.

Ekspansi perkebunan kelapa sawit dan kesejahteraan Petani di Provinsi Sulawesi Tenggara

Pilkada 2018 di Provinsi sulawesi tenggara ini akan membuka ruang Investasi dan para tuan investor pun akan memainkan peranan nya dalam pilkada, Sesuai rencana Reezim SBY-Boediono ketika menjabat sebagai presiden dan wakil Presiden Repulik Indonesia 2009-2014, ada keinginan untuk menjadikan negara indonesia sebagai negara pengekspor minyak sawit terbesar di dunia menyaingi negara tetangga Malysia, dan keinginan itu pun akan terus berlangsung dibawah rezim Jokowidodo-Jusuf Kalla. hal tersebut secara tidak langsung akan adanya ekspansi besar-besaran pembukaan perkebunan kelapa sawit khusunya di wilayah Propinsi Sulawesi tengagara yang tanah nya masih cukup luas dan menjanjikan untuk dibukanya perkebunan kelapa sawit, apa lagi situasi perkebunan Kakao masyarakat yang sudah mulai kurang produktif akibat tanaman kakao sudah tua dan rentan kena penyakit (Hama) sehingga kualitas tanaman dan hasilnya pun menurun. Akibat nya pengalihan jenis tanaman dari kakao ke sawit pun menjadi salah satu jalan keluar menurut rezim saat ini untuk bisa meningkatkan ekonomi petani.

Keinginan rezim tersebut bukan hanya sekedar wacana semata, ekspansi tersebut juga masuk ke beberapa wilayah yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara.  walaupun hingga hari ini belum kelihatan secara masif kerja-kerja perusahaan. Mendiskkusikan persoalan Perkebunan kelapa Sawit pun harus utuh dan waktunya panjang, karena akan membahas persoalan politik, ekonomi dan budaya, serta posisi petani. apalagi keterlibatan pengusaha dalam perkebunan kelapa sawit sangat kuat didalam nya. Mungkin persoalan ini akan penulis uraikan secara utuh melalui tulisan dilain kesempatan.
(seperti  isu yang beredar akhir akhir ini, akan ada perusahaan kelapa sawit yang masuk wilayah kabupaten muna _ sultra) yang digunakan oleh perusahaan pun langsung menyentuh tanah-tanah produktif dan non produktif milik masyarakat, Kategori Produktif disini tanah tersebut di isi tanaman seperti Kakao, Cengkeh, Coklat, ataupun Tanaman Musiman karena berada di pemukiman. Dan Non Produktif yaitu tanah yang tidak difungsikan atau dikerjakan oleh pemilik tanah. Pilihan areal pemukiman pun sangat tepat, karena apabila perluasan tersebut memilih kewilayah pegunungan (HUTAN) praktis hanya kawasan Hutan Lindung lah yang akan di dapat karena hampir separuh kawasan pegunungan sudah di isi tanaman oleh petani khusunya Kakao dan cokelat yang masih sangat produktif dan hasilnya dinikmati oleh petani. ,,,,,,,,,,,,,,,??

Apa yang harus dilakukan

Dalam momentum pilgub kali ini, program-program setiap calon Gubernur dan Wakil gubernur sultra, disektor pertanian harus mampu menjawab dan  menyentuh secara langsung  pada akar persoalan yang di hadapi petani, program tersebut harus menjadi program prioritas tiap-tiap kandidat calon Gubernur dan Wakil gubernur kedepan, apalagi kalau kita bicara soal kesejahteraan sosial petani.

Pertama, sesuai semangat pasal 33 UUD 1945 dan amanat dalam Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960, tanah-tanah yang belum produktif (Lahan Tidur) harus segera di fungsikan, hal ini akan membantu masyarakat (petani) untuk menggenjot perekonomian dan meningkatkan pendapatan per kapita petani, baik itu diisi oleh tanaman musiman atau tanaman lain nya.

Kedua, petani harus diberikan bibit-bibit yang unggul untuk tanahnya, alat pertanian yang lebih modern untuk menggarap tanah nya, diberikan pupuk gratis untuk mendongkrak hasil produksi nya,

Ketiga, pemerintah harus memperhatikan sarana pasca panen petani (Pasar) hal ini untuk menjamin hasil produksi petani mendapatkan pasar untuk menjual hasil produksinya (Tanaman), pemerintah juga harus membangun koprasi-koprasi petani sebagai wadah penyediaan modal, penyediaan bibit, penyediaan pupuk, penyediaan alat-alat pertanian yang modern untuk kelangsungan produksinya.

Ke empat,harus ada Peraturan Daerah (Payung Hukum) yang progresif dan pro rakyat (Petani) yang mengatur masalah-masalah pertanian dikeluarkan dengan harapan aturan hukum tersebut akan menjawab segala masalah yang dihadapi petani di wilayah sulawesi tenggara.

#Sekian
Semoga Bisa Bermanfaat

(La Ode Muhamad Fardan)

Pesta Demokrasi 2018 dan Detik-Detik 73 Tahun Kemerdekaan Indonesia

CATATAN AWAL TAHUN: 2018 Tahun Pesta Demokrasi atau Intrik Politik?

Oleh : Laode Muhamad Fardan

Ilustrasi

Tahun ini, yang baru berusia beberapa hari setelah melewati 2017, Indonesia akan menggelar pesta demokrasi di sejumlah daerah. Pesta lima tahunan itu, yang dikenal dengan nama pemilihan kepala daerah atau Pilkada, secara bersamaan di sejumlah daerah adalah yang pertama kali. Sejak negeri ini memasuki era reformasi, usai tumbangnya kekuasaan Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto selama 32 tahun, pada 1998.

"Calon Kepala Daerah Sultra : Mengasah Dua Wajah Baru atau I`M Back To Sultra (Aman) ☺"

Pasangan para bakal calon pemimpin daerah Sultra, yang akan bertarung di Pilkada 2018, mulai bermunculan. Partai pengusung, sudah mengelus, 'menjual' para jagoannya untuk ditawarkan kepada masyarakat, yang akan menjadi pemilihnya. Ya, pilihan akhir ada di tangan masyarakat. Baik atau buruk hasilnya, itu tergantung masyarakat yang memilih.

Istimewanya, Pilkada 2018, akan digelar pada saat negeri ini detik -detik memasuki usia 73 tahun sejak bangsa ini mendeklarasikan dirinya sebagai sebuah bangsa yang merdeka, 17 Agustus 1945. Namun, pertengahan tahun lalu, Badan Pengawas Pemilu RI --lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia  dan diatur dalam bab IV Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum--  sudah memprediksi. Gelombang kampanye dan hasutan bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) pada Pemilihan Kepala Daerah 2018 akan kembali hadir.

Penggunaan isu SARA bahkan telah dimulai sejak saat ini di beberapa wilayah penyelenggara Pilkada 2018. Salah satu daerah yang telah dibumbui isu SARA adalah Sulawesi Tenggara (SULTRA).

Angka 73 tahun, seperti halnya manusia, harusnya sudah jauh dari matang. kata lainnya adalah ketuaan. Artinya, dengan usia itu, jika bangsa ini diperumpamakan sebagai manusia, telah kenyang makan asam garam kehidupan. Sudah kenyang dengan pergulatan dan bahkan melewati berbagai persoalan, dari yang baik hingga yang terburuk. Bahkan sudah banyak belajar dari bangsa lain, yang gagal menjaga perdamaian dan terus menerus bergelut dengan pertikaian.

Bangsa ini, yang menegaskan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia alias NKRI, terdiri dari beragam suku, agama, ras dan antargolongan. Ada Muna, ada Buton, ada Bugis, ada Tolaki,  dan sebagainya. Kondisi itu, yang dalam jangka waktu 73 tahun mampu hidup bersama secara berdampingan dan saling mengisi secara damai, membuat takjub banyak bangsa lain.

Saya pernah membaca tulisan Mohammad Abdul Mannan, Managing Director and CEO of Islami Bank Bangladesh Limited & the recipient of Asian Banker Leadership achievement award 2016. Tulisannya berjudul National unity and good governance: Keys to economic progress.

Dalam tulisan itu dia mengatakan perasaan persatuan nasional (national unity) sangat penting untuk memimpin bangsa menuju kemajuan dan kemakmuran. Kesatuan mempromosikan kedamaian dan cinta di suatu negara. Di mana orang bersatu, [di situ] mereka bisa melakukan upaya penghapusan keburukan seperti korupsi. Ini memberikan orang rasa aman karena mereka bisa saling mengenal lebih baik dan saling memahami kepekaan.

Persatuan mempromosikan kerja sama dan membuka kesempatan untuk mencapai yang terbaik. Semangat persatuan nasional itu dan good governance memainkan peran penting dalam meningkatkan kecepatan roda ekonomi suatu negara.


Kita tentu ingat dan harus menghindari bagaimana Uni Soviet menjadi luluh lantak. Dalam tulisan berjudul Exploring 5 Reasons for the Collapse of the Soviet Union, yang dirilis Graduate Degrees Norwich- Online Master of Arts in Military History, jatuhnya Uni Soviet bisa dikaitkan dengan struktur negara itu sendiri.

Uni Soviet adalah sebuah negara yang terdiri dari 15 republik yang berbeda secara radikal. Di seantero negeri ada puluhan etnis, bahasa, dan budaya, yang banyak di antaranya tidak sesuai satu sama lain.Bullying etnis minoritas oleh mayoritas Rusia menciptakan ketegangan di sepanjang provinsi-provinsi terpencil, terutama di benua Eropa.

Pada 1989, gerakan nasionalis di Eropa Timur membawa perubahan rezim di Polandia, dan gerakan tersebut segera menyebar ke Cekoslovakia, Yugoslavia, dan satelit Soviet di Eropa Timur. Banyak dari sekutu Soviet ini mulai berpisah di sepanjang garis etnis, yang memicu gerakan separatis di Ukraina, Belarus dan Baltic States. Karena republik-republik Soviet ini memberikan kebebasan dan menarik diri dari Uni Soviet, kekuatan negara pusat melemah secara fatal, dan pada 1991, Uni Soviet tidak ada lagi.

Tentu, banyak faktor lain yang menyebabkan jatuhnya Uni Soviet, perubahan ideologis, tekanan asing, dan keputusan ekonomi mempercepat kemunculan negara sosialis yang dulu kuat ini.

Namun, bila orang memiliki belas kasihan, persahabatan, dan persatuan, mereka berbicara dan berpikir secara konstruktif untuk memastikan kemerdekaan dan kemakmuran nasional. Itulah kata-kata bijak Bhumibol Adulyadej.

Pilkada serentak 2018 akan lebih besar daripada Pilkada sebelumnya. Ada  sekitar  171 daerah akan berpartisipasi pada ajang pemilihan kepala daerah tahun ini. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada 2018. Beberapa provinsi di antaranya adalah  Sulawesi Tenggara,Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dan lain lain.

Makna Pilkada 2018 adalah memilih pemimpin daerah yang mampu membawa kemakmuran lahir batin bagi warga daerahnya. Bukan demi kekuasaan yang menguntungkan pribadi atau golongan atau kelompok tertentu. Hingga kemakmuran itu berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.

Hindari cara-cara yang merongrong,  merusak NKRI. Kemenangan, dengan cara yang buruk dan berujung tidak mensejahterakan lahir batin warganya, menjadikan Pilkada sia-sia. Usia 73 tahun cukup memberikan kita pemahaman yang kuat betapa memakai isu SARA untuk meraih kekuasaan tidak pernah berujung pada kedamaian. Melainkan, kehancuran dan kehancuran. "Jangan sampai pilkada berikutnya dibawa lagi ke isu-isu yang berkaitan dengan SARA," ungkap Presiden Jokowi. Ya, semoga tahun ini bukan tahun pertarungan para politisi 'idiot' yang menghamba pada kekuasaan dan harta.

Simak syair lagi Di Bawah Tiang Bendera karya   Franky Sahilatua/Iwan Fals/Ian Antono:             

Kita adalah saudara dari rahim ibu pertiwi ditempa oleh gelombang

dibesarkan jaman
dibawah tiang bendera

Dulu kita bisa bersama
dari cerita yang ada

Kita bisa saling percaya
yakin dalam melangkah
lewati badai sejarah

Pada tanah yang sama kita berdiri
pada air yang sama kita berjanji
karena darah yang sama jangan bertengkar
karena tulang yang sama usah berpencar
Indonesia Indonesia

Mari kita renungkan
lalu kita bertanya
benarkah kita manusia
benarkah bertuhan
katakan aku cinta kau

by : Laode Muhamad fardan°

serangkaian tulisan tulus dari masyarakat pesisir sultra ..