Kamis, 17 Agustus 2017

Lanjutan Kisah Nur Alam

Puncak Kemerdekaan RI dan Puncak Kekalahan Nur Alam

Puncak Kemerdekaan RI dan Puncak Kekalahan Nur Alam

 ZONASULTRA.COM, KENDARI – Puncak Perayaan hari ulang tahun (HUT) kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-72 pada 17 Agustus 2017 ini dirayakan gegap gempita seluruh masyarakat Indonesia yang merasa benar-benar “merdeka”.

Titik puncak perayaan itu adalah upacara pengibaran bendera sangsaka Merah Putih. Jika di Istana Negara yang menjadi inspektur upacara (Irup) adalah Presiden Jokowi, maka di Sulawesi Tenggara (Sultra) seharusnya adalah Nur Alam yang sudah dua periode memangku jabatan gubernur.

Momen ini adalah kesempatan terakhir bagi Nur Alam untuk manjadi Irup yang masa jabatannya akan berakhir pada Februari 2018. Sayang, Nur Alam saat ini tidak berada dalam kondisi megahnya suatu protokoler kegubernuran. Sebagai tersangka KPK, ia mungkin memang “merdeka” namun terbatas oleh jeruji besi Rutan Pomdam Guntur Jaya, Jakarta Selatan.

Entah apa yang dilakukan sang gubernur nonkatif di hari kemerdekaan ini, mungkin saja ia menjadi peserta upacara bendera, atau bisa jadi hanya terdiam di ruang tahanan tanpa kipas angin dan tak ber-AC. Satu hal yang pasti, upacara pengibaran bendera di kantor gubernur berlangsung khidmat oleh Irup Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sultra Saleh Lasata.

Status Nur Alam saat ini masih sebatas tersangka, dalam arti sederhana orang yang disangka berbuat sesuatu dan bisa saja tak bersalah. Namun adakah peluang tak bersalah ketika sudah di tangan KPK? Publik pasti paham bagaimana ketika tokoh-tokoh di pusat tak berdaya ketika jadi tersangka KPK.

Di antara tokoh itu misalnya Andi Malarangeng ketika menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga, Anas Urbaningrum saat masih Ketua Umum Demokrat, dan masih banyak lagi. Apalagi, KPK sudah melakukan perhitungan kerugian negara sekitar Rp. 3,4 triliun dari kasus Nur Alam tentang tambang.

Tentang kekalahan Nur Alam maka ada dua hal yang jadi poin bahasan penting yakni kalah persoalan hukum atau kasus tambang yang menjeratnya dan kalah di dunia yang melambungkan namanya, politik. Nur Alam sesungguhnya tidak jatuh dengan cepat setelah mencapai klimaks kejayaan. Butuh berbulan-bulan sejak kasusnya menyeruak hingga ia benar-benar melemah.

Sebagai batasan dalam tulisan ini, yang dimaksud kalah persoalan hukum adalah karena ia belum mampu melepas status tersangka dan ditahan sehingga juga dinonaktifkan sementara sebagai gubernur. Sedangkan kalah di dunia politik karena merosotnya pencapaian politik dalam jenjang karirnya.

Jeratan Kasus Tambang

Kasus yang melilit Nur Alam mulai mencuat ke publik pada tahun 2015 lalu. Saat itu publik Indonesia khususnya Sultra dihebohkan dengan penyelidikan dugaan Tindak Pencucian uang (TPPU) Nur Alam berdasarkan hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

PPATK menemukan adanya transaksi keuangan melalui rekening mencurigakan yang kemudian populer dengan sebutan rekening gendut. Kasus rekening gendut ini merupakan satu dari 10 rekening gendut kepala daerah.

Berdasarkan hasil temuan mencurigakan itulah, PPATK langsung melaporkannya ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk ditindaklanjuti. Seolah menjemput “bola”, Kejagung langsung mengambil langkah dengan membentuk tim untuk melakukan penyelidikan terkait aliran dana.

Alhasil, Kejagung menemukan fakta bahwa memang benar Nur Alam menerima sejumlah uang dalam jumlah cukup besar di rekeningnya. Jumlah uang yang masuk di rekening Nur Alam sebesar 4,5 juta dolar Amerika Serikat (USD).

Uang dengan nilai fantastis itu diduga dari transferan pengusaha tambang asal Taiwan bernama Mr. Chen kepada Gubernur Sultra untuk mengamankan wilayah konsesi tambangnya di Sultra. Dolar itu ditransfer sebanyak empat kali dalam bentuk polis asuransi melalui bank di Hongkong.

Dalam sebuah wawancara di salah satu TV swasta ketika itu, Nur Alam membenarkan menerima dana transfer. Namun versi dia, dana itu berasal dari seorang teman yang dititipkan ke rekeningnya karena dianggap dipercaya. Nur Alam mengaku telah mengembalikan dana tersebut ke pemiliknya.

Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Kejagung RI menghentikan penyelidikan kasus dugaan TPPU Nur Alam, masih pada tahun yang sama, 2015. Hingga tutup Oktober di tahun itu, Nur Alam masih tampak powerfull dan merdeka dari kasus itu.

“Saya kira nda usah ditanggapi kalau sudah selesai, kan,” ujar Nur Alam pendek namun dengan mimik serius, usai mengikuti rapat paripurna di Sekretariat DPRD Sultra, Senin (21/9/2015).

Namun kenyamanan sang gubernur tak bertahan lama. Bagai geledek menyambar tiba-tiba publik Sultra heboh dengan masuknya petugas KPK di Kendari pada November 2015. Di bulan itu, KPK memeriksa 29 pejabat di Sultra diantaranya Kepala Dinas (Kadis) Pertambangan Provinsi Burhanuddin, mantan Kadis Pertambangan Provinsi Hakku Wahab, dan lainnya.

Fase masuknya KPK ketika jadi babak baru dengan lingkaran kasus yang ternyata lebih besar dari pada TPPU yang hanya 4,5 juta dolar (USD). Perlahan dan pasti, Nur Alam akhirnya ditetapkan tersangka oleh KPK pada 3 Agustus 2016. Kekalahannya melawan KPK dimulai ketika kalah praperadilan.

Nur Alam dijerat dugaan tindak pidana korupsi dalam persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, persetujuan IUP eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT. AHB di wilayah Sultra tahun 2008-2014.

KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kemerosotan di Dunia Politik

Catatan kemerosotan pencapaian politik Nur Alam dimulai 2014. Di tahun itu, Hatta Rajasa yang merupakan ketua umum PAN maju jadi calon wakil presiden. Nur Alam yang memasuki periode ketiga jadi nahkoda PAN Sultra tak mampu menghadiahkan kemenangan. Di Sultra, Hatta yang berpasangan dengan Prabowo tak bisa melampaui perolehan suara Jokowi-Jusuf Kalla.

Begitu kalender berganti, tahun 2015 kader-kader di bawah kendali Nur Alam mulai menunjukkan perlawanan dan berani membelakangi. Awal perlawanan para kader yakni ketika Hatta yang kalah Pilpres hendak mempertahankan kedudukannya di PAN dengan maju Ketua Umum PAN periode kedua, melawan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan.

Saat itu Nur Alam konsisten berada di jajaran pemenangan Hatta. Namun tak semua jajaran PAN di Sultra benar-benar mengekor pada Nur Alam. Hatta Rajasa kalah tipis 6 suara dan ada 4 suara rusak.

Awalnya kader-kader PAN Sultra terutup dengan berpalingnya sejumlah suara dari Hatta Rajasa dan adanya suara rusak. Namun hal itu kemudian diakui oleh Ketua PAN Konawe Selatan Djainal, bahwa penyebab Zulkifli Hasan menang tipis karena suara dari Sultra.

Efek domino dari kemenangan Zulkifli tersebut terus bergulir dengan kepentingan politik kader dan kepentingan Nur Alam. Dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pikada) 2015 mulai banyak kader yang unjuk gigi, secara terang-terangan berlawanan dengan Nur Alam. Diantaranya Ketua PAN Konawe Utara (Konut) Raup, Ketua PAN Kolaka Timur (Koltim) Farida dan Ketua PAN Konawe Selatan (Konsel) Djainal.

Di Pilkada Konut Nur Alam mendukung Aswad Sulaiman sedangkan Raup maju calon wakil bupati mendampingi Ruksamin dengan rekomendasi PAN. Di Pilkada Koltim Nur Alam mendukung Toni Herbiansyah sedangkan Farida maju calon wakil bupati berpasangan dengan Syamsu Alam juga dengan rekomendasi PAN. Sementara di Konsel Djainal menolak menandatangani SK rekomendasi PAN untuk Asnawi Syukur, yang tak lain kakak kandung Nur Alam.

Langkah perlawanan dari dalam itu membuat Nur Alam yang dikenal sebagai sosok pemain tenang dalam percaturan politik, tiba-tiba murka. Ketika berkampanye di Koltim untuk Toni, Nur Alam menyindir Raup dan Farida sebagai Malin Kundang. Tokoh cerita rakyat asal Sumatra Barat yang durhaka terhadap ibunya dan dikutuk jadi batu.

“Iya benar mereka (Malin Kundang) tidak melalui proses dan mekanisme kepartaian. Desk (tim penjaringan) Pilkada di daerah itu tidak pernah ada, gak pernah berkordinasi dengan DPW langsung ke pusat,” aku Nur Alam di kantor Gubernur Sultra, Kamis (6/8/2015).

Imbas perlawanan tersebut, membuat sejumlah calon kepala daerah yang didukung Nur Alam mengalami kekalahan, Asnawi kalah di Konsel, Aswad Sulaiman di Konut, LM Baharuddin di Muna, Ridwan Zakariah di Buton Utara, dan Nur Sinapoy di Konawe Kepulauan.

Jelang Pilkada Februari 2017, Nur Alam juga menunjukkan dukungan terhadap beberapa calon namun tak begitu gencar turun kampanye seperti di Pilkada 2015. Salah satu kader PAN yang didukungnya adalah Abdul Rasak dalam pemilihan wali kota Kendari, ada banyak baliho yang menyandingkan keduanya.

Rasak tak mendapatkan SK rekomendasi pencalonan dari PAN dan yang jadi pengusung justru Golkar dan Nasdem. Pada akhirnya, Rasak mengalami kekalahan dan di hari pemilihan Nur Alam tak terlihat di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Di tubuh PAN sendiri, Nur Alam mulai tersisihkan ketika Musyawarah Wilayah (Muswil) PAN Sultra Februari 2016. Ia yang terwacana memegang rekor baru kepemimpian PAN provinsi 4 periode pupus. Penyebabnya dari 5 formatur yang dibentuk ada yang tak memilih Nur Alam yakni Asrun karena juga berkeras maju sebagai ketua.

Tiga bulan kemudian 19 Mei 2016, DPP PAN akhirnya mengumumkan nahkoda PAN pasca Nur Alam. Umar Samiun jadi Ketua dan Sekretarisnya Adriatma Dwi Putra (ADP), putra kandung kedua Asrun. Nur Alam pada akhirnya ditarik jadi Wakil Ketua Umum PAN di pusat dan Asrun tetap di PAN Kota Kendari.

“Tidak bisa ditempatkan begitu saya harus diminta kesediaan orang karena saya bukan pegawainya partai. Kalau pegawai itu siap ditempatkan dimana saja. Jadi kalau mau ditempatkan ditanya dulu. Jadi tidak otomatis apa yang menjadi keinginan mereka di Jakarta saya langsung terima,” ujar Nur Alam, Jumat (20/5/2016).

Sebulan kemudian, 10 Juni 2016 Nur Alam meluapkan kekecewaannya dengan berucap di media massa bahwa telah hengkang dari PAN baik sebagai kader maupun pengurus. Namun pernyataan itu hanya sebatas lisan, secara tertulis dirinya masih di PAN.

Estafet Kepemimpinan

Pada pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Tenggara (Sultra) 2018, Nur Alam nampaknya ingin estafet kepemimpinanannya dilanjutkan oleh istrinya sendiri, Tina Nur Alam. Namun bisa juga, itu keinginan sepihak dari Tina untuk melanjutkan kepemimpinan suaminya.

Dalam beberapa kesempatan di tahun 2015, Nur Alam mengaku tidak bermaksud mendorong istrinya untuk maju menjadi calon Gubernur Sultra setelah masa kepemimpinannya berakhir. Kendati demikian, Nur Alam menyebut Tina secara pribadi mempunyai hak untuk maju sebagai calon gubernur.

“Dalam kehidupan ini kita tidak hanya mengejar kedudukan, ada nilai-nilai tertentu yang harus kita pertahankan. Cukup saya saja sebagai suaminya yang jadi gubernur supaya tidak menambah kedengkian rakyat. Mungkin kalau saya tidak mengizinkan istri saya calon gubernur maka rakyat akan semakin cinta sama saya,” kata Nur Alam usai menghadiri rapat paripurna di DPRD Sultra, Jumat (10/7/2015).

Kemudian pada tahun 2016, Nur Alam melempar wacana bahwa sudah giliran figur kepulauan (Buton-Muna) menjadi gubernur. Ia mengaku secara pribadi memberikan dukungan kepada kader-kader dari kepulauan.

“Kalau kita bicara dari sisi konsensus para leluhur yang membentuk daerah ini, ini pendapat saya pribadi bahwa sekarang sudah giliran kepulauan menjadi Gubernur atau memimpin Sulawesi Tenggara,” ujar Nur Alam usai Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Hotel Clarion Kendari, Selasa (11/4/2016).

Terlepas dari pernyataan politis yang demikian, begitu Tina mulai gencar mendaftar di sejumlah partai politik pada Juni 2017, Nur Alam juga memberikan dorongan. “Saya mendukung istri maju. Orang lain saja saya dukungapalagi istri. Dan mendaftar itu bukan menjadi jaminan bahwa itu sudah jadi. Jadi di satu partai pun bukan jaminan bahwa itu cukup pintunya. Jadi masih banyak tahapan yang mesti dilalui,” kata Nur Alam di Kendari, Jumat (16/6/2017).

Namun langkah Tina untuk meraih tongkat estafet nampaknya mulai buyar begitu Nur Alam ditahan KPK sejak 5 Juli 2017 lalu. Tina yang anggota DPR RI tidak hadir dalam acara pemaparan visi misi yang digelar PDIP dan Demokrat (Juli-Agustus), padahal ia sudah mengajukan pendaftaran di dua partai tersebut.

Siapa yang akan jadi pelanjut Nur Alam akan ditentukan melalui pemilihan gubernur 27 Juni 2018 nanti. Jika melihat keadaan Nur Alam saat ini maka sangat sulit baginya turun campur tangan menentukan pelanjutnya. Terkecuali ia lihai menjadi dalang dari balik Jeruji besi di kejauhan Jakarta.  (A*)

(Sumber : Http//zonasultra.com)

 

Tentang Nur Alam - Gubernur Sultra

Pelangi dan Badai Karir Nur Alam

Pelangi dan Badai Karir Nur Alam

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Jika Anda bertanya siapa figur berpengaruh di Sulawesi Tenggara (Sultra), maka orang-orang, termasuk “om Google” akan merujuk ke satu nama, Nur Alam. Ia paripurna di tiga fondasi pencapaian manusia modern, sukses berenterpreneurship (bisnis), cemerlang di kancah politik, dan jadi manusia pilihan “number one” dari 2,7 juta penduduk Sultra.

Minggu, 9 Juli 2017 Nur Alam tepat berusia setengah abad (50 tahun). lahir di Konda (sekarang berada di wilayah administrasi Konawe Selatan) pada hari Minggu, 1967 silam. Mungkin sebuah kebetulan, pertemuan hari yang sama persis lagi istimewa ini harus direnunginya dalam jeruji besi KPK di Rutan Guntur dengan dua status, tersangka yang ditahan dan gubernur nonaktif.

Dalam berbagai biografi hidupnya, diceritakan Nur Alam terlahir bukan dari marga dinasti para raja atapun keluarga kaya, namun dari masyarakat desa yang sederhana. Di kemudian hari, hal itu terbukti tak menghambatnya, malah jadi motivasi dalam menaiki anak tangga dan menembus lorong-lorong pencapaian hidup turunan Adam.

Enterpreneurship Sejati

Nur Alam

Bakat dan naluri bisnis Nur Alam terpupuk sejak kecil, ketika duduk di bangku SD. Jiwa enterpreneurnya diasah secara otodidak dengan hal-hal kecil semisal menjual kelapa, kemiri, dan hasil kebun orang tuanya di Konda. Bahkan ia juga tak sungkan ikut melaut bersama temannya untuk sekedar mengisi waktu luang dan perut yang kosong.

Ketika masuk SMA Mandonga (SMAN 4 Kendari), bakat bisnisnya semakin menggeliat dengan menjalankan usaha sablon. Usaha tersebut berkembang hingga ia dapat membeli mesin fotocopy offset. Masa-masa remajanya terbagi antara belajar di kelas dan memenej waktu untuk wirausaha secara mandiri.

Begitu memasuki jenjang kuliah, ambisinya berbisnis semakin menjadi. Nur Alam naik level. Ia mulai belajar bagaimana menjadi kontraktor dengan bekerja di PT. Pertiwi. Tak mau terlena hanya jadi anak buah, Nur Alam kemudian membuat perusahaan sendiri dengan mendirikan PT Tamalakindo Puri Perkasa. Perusahaan inilah yang kemudian jadi cikal bakal Nur Alam memulai langkahnya sebagai pengusaha sukses dan memupuk pundi-pundi kekayaan.

Didasarkan pada data laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) Nur Alam per tanggal 5 Juli 2013, harta Nur Alam sudah mencapai Rp 30.956.084.995. Hal itu ada dalam situs resmi KPK. Hitung-hitungan pundi tersebut tentu merujuk pada kekayaanya sebagai pebisnis dan sudah menjabat gubernur selama satu periode.

Cemerlang di Kancah Politik

Tolak ukur kesuksesannya sebagai tokoh politik senior dapat dilihat hebatnya taktik “tempur” menahkodai Partai Amanat Nasional (PAN), dan menumbangkan incumbent Ali Mazi dalam Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) awal 2008 dan kembali memenangkan pertarungan pada pemilihan gubernur 2013 untuk periode kedua.

Catatan sejarah pertarungan politik Nur Alam dimulai ketika runtuhnya rezim orde baru dan memasuki era reformasi. Saat itu lahir sebuah partai baru bernama Partai Amanat Nasional (PAN) dengan tokoh sentral Amin Rais. Nur Alam menjadi anggota Komite Persiapan Pembentukan Wilayah (KPW) untuk menggelar Musyawarah Wilayah (Muswil) dan mendeklarasikan PAN, si Matahari Putih.

Muswil PAN Sultra pertama berhasil diselenggarakan 1998 pasca lengsernya Soeharto. Nur Alam dipercaya jadi sekretaris sedangkan ketua dijabat oleh Andrey Jufri. Dua tahun kemudian barulah Nur Alam didaulat menjadi ketua melalui Muswil PAN kedua, tepatnya pada 27 Juli tahun 2000. Dari momen itulah ia kemudian melakukan lompatan-lompatan kuantum sembari menancapkan dominasi Matahari Putih di jazirah Sultra.

Di bawah taktik seorang sarjana ekonomi ini, kader-kader PAN mulai didudukkan di legislatif dan eksekutif. Imbasnya tentulah menurunnya dominasi partai-partai lain yang sempat kokoh di masa orde baru. Yang paling merasakan adalah Golkar, beringin yang perlahan tak lagi mendominasi di kemudian hari.

Di DPRD Provinsi Sultra pada pemilu 1999 PAN hanya bisa mendudukan 1 kadernya. Begitu Nur Alam jadi ujung tombak, pada 2004 PAN sukses maraih 6 kursi. Raihan itu pulalah yang mengantarkan ia menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Sultra saat itu yang konsen mengkritisi Gubernur Ali Mazi.

Lalu pada akhir 2007, perolehan kursi tersebut memudahkannya menghimpun koalisi pintu pencalonan. Kemudian sejarah mencatat ia merupakan gubernur pertama Sultra yang dipilih langsung oleh rakyatnya.

Berdasarkan data KPU, PAN semakin meningkatkan jumlah kursinya. Pada pemilu 2009, PAN meraih 7 kursi dan pada pemilu 2014 naik lagi menjadi 9 kursi. Perolehan 9 kursi mengokohkan dominasi PAN dan jabatan Ketua DPRD Sultra berhasil direbut yang sebelumnya selalu diisi Golkar.

PAN semasa Nur Alam juga selalu mampu mengirimkan satu kadernya di Senayan sebagai anggota DPR RI pada 2004, 2009, dan 2014. Pada 2014 ini yang melenggang adalah istrinya sendiri, Tina Nur Alam.

Sementara itu, persoalan mendudukkan kader di eksekutif (kepala daerah kabupaten/kota), kiprah Nur Alam tak kalah silau. Bukan hanya berhasil memenangkan pertarungan yang didukung, tapi ia juga mampu menarik figur-figur potensial bergabung di PAN dengan jabatan ketua di kabupaten/kota.

Figur potensial yang berhasil ditarik merapat di PAN adalah Baharuddin ketika memenangkan Pemilukada Muna (2010), AS Thamrin, Baubau (2013), Ridwan Zakaria, Buton Utara (2010), dan Asrun di Kendari (2012). Sementara kader tulen PAN yang didukung dan dimenangkan adalah Umar Samiun di Pemilukada Buton 2012, Kery Saiful Konggoasa di Pemilukada Konawe (2013), Tafdil di Pemilukada Bombana (2011), dan Arhawi sebagai wakil di Pemilukada Wakatobi (2011).

Nur Alam masih dipercaya menjadi pucuk pimpinan di PAN Sultra hingga tahun 2015, yang artinya 3 periode sama sekali tak tergantikan. Bagi sejarah politik Bumi Anoa, itu adalah rekor. Rentang waktu 15 tahun itu berbuah dengan coretan tinta emas. Nur Alam dipandang sebagai politisi paling paripurna dibanding politisi-politisi lain selevelnya.

Orator Ulung

Selain sebagai pebisnis dan politisi, Nur Alam juga dikenal sebagai “macan” podium yang sanggup merangkai kata sebagaimana pujangga melahirkan puisi. Rangkaian kata-katanya untuk menyanjung, mencurahkan perasaan (curhat), membujuk, bahkan menyerang lawan politik dengan sindiran-sindiran halus yang menusuk. Di banyak kesempatan, ia selalu lepas dari teks pidato.

Teknik membujuk ketika berorasi maupun pidato dapat disaksikan ketika dia membawakan suatu kampanye politik. Tak heran bila dimanapun panggungnya, ia selalu dapat meraih simpati masyarakat. Hal ini dibuktikannya ketika mengunjungi 2.000 lebih desa sebelum terpilih jadi gubernur.

Salah satu jurus yang jarang dipakainya adalah melakukan kombinasi serangan sekaligus menyanjung. Misalnya ketika pelantikan Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat di Kantor Gubernur pada 22 Mei 2017. Saat itu hadir Walikota Kendari Asrun dan mantan Bupati Buton Sjafei Kahar, ayah Agus.

“Tuhan memberikan hikmah dari sebuah perjalanan nasib manusia andaikata dia (Agus) terpilih pada periode yang lalu maka persepsi negatif orang-orang akan selalu lahir karena dia menggantikan bapaknya,” ujar Nur Alam.

Bagi Sjafei dan Agus ini merupakan pujian menyejukkan, namun di sisi lain sebenarnya tersirat sindiran untuk Asrun yang estafet kepemimpinannya akan dilanjutkan oleh putra kandungnya Adriatma Dwi Putra. Sebagai catatan saat itu hubungan Nur Alam dan Asrun sedang memanas.

Kadang pula Nur Alam melakukan serangan langsung dengan secara terbuka mengkritisi. Misalnya ketika Asrun tidak tampak saat banjir melanda Kendari, Nur Alam tak sungkan mengkritik Asrun dengan keras.

Menurutnya kehadiran seorang pemimpin dalam situasi negara atau daerah prihatin itu sangat dibutuhkan. Kritikan ini dilontarkan Nur Alam dihadapan anggota Komisi V DPR RI yang melakukan kunjungan kerja di Kendari, Senin 29 Mei 2017 lalu.

Tak hanya dengan Asrun, ketika menjabat gubernur, Nur Alam juga terlibat sentimen dengan kepala daerah yang tidak sejalan dengan dirinya seperti Imran ketika menjabat Bupati Konawe Selatan, Lukman Abunawas Bupati Konawe, dan beberapa kepala daerah lainnya. Sentimen itulah yang kadang jadi bahan orasinya, tentu sampelnya dapat dilihat dari serangannya kepada Asrun.

Gubernur Dua Periode

Sebagai kepala pemerintahan setingkat gubernur Nur Alam melesat dengan program andalannya BAHTERAMAS (Membangun Kesejahtraan Masyarakat Sulawesi Tenggara). Salah satu bentuknya yang paling terkenal adalah Block Grant atau bantuan keuangan untuk desa, kelurahan, dan kecamatan. Pola serupa ini kemudian juga digunakan pemerintahan Jokowi dalam mengkucurkan dana desa.

Dari segi infrastruktur fisik, tangan dingin Nur Alam juga terlihat dari pembangunan dan peningkatan kualitas pelabuhan, rumah sakit, jalan, bandara, dan lainnya. Contoh pembangunan pelabuhan yaitu Pelabuhan Tondasi dan Pelabuhan Bungkutoko, sedangkan rumah sakit adalah pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bahteramas.

Jalan yang ditingkatkan kualitasnya misalnya rute Konda-Tampo (khusus di bagian Konda dibuat dua jalur), Kendari-Kolaka, Buton Utara-Baubau. Untuk bandara, misalnya peningkatan kualitas Bandara Haluoleo Kendari, berfungsinya Bandara Matahora Wakatobi, Sugimanuru Muna Barat, Sangia Nibandera Kolaka, dan Betoambari Baubau.

Dua proyek monumental yang dirintis Nur Alam dengan anggaran ratusan miliar adalah pembangunan Jembatan Teluk Kendari dan Masjid Al Alam. Jembatan Teluk Kendari yang membentang dari Pulau Bungkutoko dan Kota Lama adalah proyek pusat dengan anggaran yang bersumber dari APBN. Kini dalam tahap pembangunan awal. Sedangkan Masjid Al Alam sudah memasuki tahap finishing yang selama ini menyedot anggaran APBD.

Tentang investor, Nur Alam berhasil mengundang pebisnis sekelas James Riady untuk membangun Lippo Plaza. Jaringan Nur Alam juga patut diacungi jempol dengan hadirnya hotel berbintang seperti Grand Clarion dan Same di Kota Kendari.

Sederet pencapaian Nur Alam sebagai gubernur tersebut hanyalah sebagian yang betul-betul nampak dan dapat dirasakan. Tentu masih banyak bentuk-bentuk detail lainnya yang jika dirunut butuh sebuah buku album besar untuk diurai. (A*) (Bersambung)

(sumber : http//zonasultra.com)

Rabu, 16 Agustus 2017

Menuju Indonesia Merdeka

Bung Karno; Menuju Indonesia Merdeka


Dalam bukunya Mencapai Indonesia Merdeka Ir. soekarno menyampaikan bahwa Manusia bergerak karena kesengsaraan, kita bergerak karena ingin hidup yang Iebih layak dan sempurna. Kita bergerak tidak karena “ideal” saja, kita bergerak karena ingin cukup makanan, ingin cukup pa¬kaian, ingin cukup tanah, ingin cukup pe¬rumahan, ingin cukup tempo pendidikan, ingin cukup meminum seni dan kultur, pen¬dek kata kita bergerak karena ingin perbaikan nasib di dalam segala bagian-bagian dan cabang-cabangnya.

Perbaikan nasib hanyalah bisa datang seratus persen, bilamana masyarakat sudah tidak ada kapitalisme dan imperialisme. Sebab stelsel seperti itulah yang tumbuh di atas tubuh manusia Indonesia, hidup dan subur daripada tenaga, rezeki, zat-zatnya masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu Ir. soekarno menegaskan bahwa pergerakan Indonesia janganlah pergerakan kecil-kecilan; pergerakan itu haruslah di dalam hakikatnya suatu pergerakan yang ingin mengubah sama sekali sifatnya masyarakat, suatu pergerakan yang ingin menjebol penderitaan-penderitaan masyarakat sampai ke sumsum-sumsumnya dan akar-akarnya, suatu pergerakan yang sama sekali ingin menggugurkan stelsel imperialisme dan kapitalisme. Pergerakan itu janganlah hanya suatu pergerakan yang ingin rendahnya pajak, janganlah hanya ingin tambahnya upah, janganlah hanya ingin perbaikan kecil yang bisa tercapai hari sekarang, tetapi ia harus menuju kepada suatu transformasi yang menjungkirbalikkan keseluruhan sifatnya masyarakat itu, dari sifat imperialistis-kapitalistis menjadi sifat yang sama rasa-sama rata. Pergerakan kita haruslah dus suatu pergerakan yang di dalam hakikatnya menuju kepada suatu yang menurut Ir. Soekarno disebut sebagai “ommekeer” susunan sosial.

Kemudian Ir. Soekarno menjabarkan Bagaimana “ommekeer” susunan sosial bisa terjadi? Pertama-tama oleh kemauannya dan tenaganya masyarakat sendiri, oleh “immanente krachten” daripada masyarakat sendiri, tetapi tertampak keluarnya, lahirnya, jasmaninya, oleh suatu pergerakan rakyat jelata yang radikal, yakni oleh massa aksi. Tidak ada suatu perubahan besar di dalam riwayat dunia pada masa itu, yang lahirnya tidak karena massa aksi. Massa aksi adalah senantiasa menjadi penghantar pada saat masyarakat tua melangkah ke dalam masyarakat yang baru. Massa aksi adalah senantiasa menjadi paraji pada saat masyarakat tua yang hamil itu melahirkan masyarakat yang baru. Ir. Soekarno juga tak lupa memerikan beberapa contoh perubahan sosial yang ada di belahan dunia lain pada masa itu, seperti perubahan di dalam Zaman Chartisme di Inggris di dalam zaman yang lalu, perubahan robohnya feodalisme di Prancis diganti dangan stelsel burgerlijke democratie, perubahan¬perubahan matinya feodalisme di dalam negeri-negeri Eropa yang lain, perubahan-perubahan rontoknya stelsel kapitalisme bagian per bagian sesudah pergerakan proletar menjelma di dunia perubahan-perubahan itu semuanya adalah “diparaji” (dibdani) oleh massa aksi yang membangkitkan barisan-barisan rakyat. Perubahan-perubahan itu dibarengi dangan gemuruhnya banjir pergerakan rakyat jelata.

Maka daripada itu, bilamana bangsa Indonesia ingin mendatangkan perubahan yang begitu maha besar di dalam masyarakat sebagai gugurnya stelsel imperialisme dan kapitalisme, pun harus bermassa aksi. Pemimpin Indonesia pun harus meng¬gerakkan rakyat jelata di dalam suatu pergerakan radikal yang bergelombangan sebagai banjir, menjelmakan pergerakan massa yang tadinya onbewust dan hanya raba-raba itu menjadi suatu pergerakan massa yang bewust dan radikal, yakni massa aksi yang insaf akan jalan dan maksud-maksudnya. Sebab, massa aksi bukanlah sembarangan pergerakan massa, bukanlah sembarangan pergerakan yang orangnya beribuan atau bermiliunan. Massa aksi adalah pergerakan massa yang radikal. Dan massa aksi yang manfaat seratus persen hanyalah massa aksi yang bewust dan insaf; oleh karena itu maka massa aksi yang manfaat adalah dus suatu pergerakan rakyat jelata yang bewust dan radikal.

Selanjutnya Ir. Soekarno memberikan penjabaran tentang langkah-langkah membangun massa aksi yang sadar dan teratur. Menurutnya bagaimanakah langkah untuk mewujudkan pergerakan yang onbewust dan ragu-ragu dan raba-raba menjadi pergerakan yang bewust dan radikal? Dengan suatu partai! Dengan suatu partai yang mendidik rakyat jelata itu ke dalam ke-bewust-an dan keradikalan. Dangan suatu partai, yang menuntun rakyat jelata itu di dalam perjalanannya ke arah kemenangan, mengolah tenaga rakyat jelata itu di dalam perjuangannya sehari-hari, menjadi pelopor daripada rakyat jelata itu di dalam menujunya kepada maksud dan cita-cita.

Di sinilah kemudian Ir. Soekarno menjabarkan bagaimana pentingnya kehadiran partai sebagai alat untuk membangun kesadran massa serta menggerakkannya demi perubahan serta kemerdekaan yang dicita-citakan. Menurutnya, partailah yang memegang obor, partailah yang berjalan di muka, partailah yang menyuluhi jalan yang gelap dan penuh dengan ranjau-ranjau itu sehingga menjadi jalan yang terang. Partailah yang memimpin massa itu di dalam perjuangannya merebahkan musuh, partailah yang memegang komando daripada barisan massa. Partailah yang harus memberikan ke-bewust-an pada pergerakan massa, mengasih kesadaran, membangun radikalisasi dalam pergerakan.

Oleh karena itu, maka partai sendiri lebih dulu harus partai yang bewust, partai yang sadar, partai yang radikal. Hanya partai yang bewust dan sadar dan radikal bisa membikin massa menjadi bewust dan sadar dan radikal. Hanya partai yang demikian itu bisa menjadi pelopor yang sejati di dalam pergerakan massa, dan membawa massa itu dangan selekas-lekasnya kepada keme¬nangan dan keunggulan. Hanya partai yang demikian itu bisa membikin massa aksi yang bewust, massa aksi yang dus dengan cepat bisa menggugurkan stelsel yang menjadi buah perlawanannya.

Ir. Soekarno mengupamakan bahwa sebagian besar orang menira barulah bisa menang kalau rakyat Indonesia yang 60.000. 000 jiwa di saat itu semuanya sudah masuk suatu partai. Anggapan yang demikian itu adalah impian yang kosong, harapan yang mustahil, angan-angan yang memang tidak perlu terjadi. Jikalau kemenangan baru bisa datang bilamana rakyat Indonesia semuanya sudah masuk suatu partai, maka sampai lebur kiamat pun kita belum bisa menang. Sebab rakyat yang rakyat Indonesia secara keseluruhan itu tidak bisa semuanya menjadi anggota partai, mustahil semuanya bisa menjadi anggota partai.

Tidak! Kemenangan tidak usah menunggu sampai semua rakyat jelata masuk sesuatu partai! Kemenangan sudah bisa datang, bilamana ada satu partai yang gagah berani dan bewust menjadi pelopor sejati daripada massa, yang bisa memimpin dan bisa menggerakkan massa, yang bisa berjuang dan menyuruh berjuang kepada massa, yang perkataannya menjadi wet bagi massa dan perintahnya menjadi komando bagi massa. Kemenangan sudah bisa datang bilamana ada satu partai yang dangan gagah berani pandai memimpin dan membangkitkan bewust massa aksi!

Kemudian Ir. Soekarno dalam bukunya tersebut memberikan beberapa referensi misalnya perjuangan di Tiongkok dulu, lihatlah pergerakan di Mesir sepuluh-lima belas tahun yang lalu, lihatlah pergerakan kaum proletar di Eropa. Di semua negeri itu pergerakan tidak berwujud “tiap-tiap hidung menjadi anggota” tetapi adalah satu partai pelopor yang berjalan di muka memanggul bendera; di Mesir dulu partai WAFD, di Tiongkok dulu partai Kuo Min Tang, di dalam pergerakan kaum proletar De Internationale. Partai-partai pelopor inilah yang menjadi motornya massa, pengolahnya massa, kampiunnya massa, komandannya massa. Partai-partai pelopor inilah yang mengemudikan massa aksi.

Oleh karenanya, buanglah jauh jauh itu pengiraan yang salah, bahwa lebih dulu “tiap-tiap hidung menjadi anggota”. Tidak, bukan lebih dulu “tiap-tiap hidung menjadi anggota” bukan lebih dulu semua rakyat jelata harus memasuki partai, tetapi Marhaen-Marhaen yang paling bewust dan sadar dan radikal harus menggabungkan diri di dalam suatu partai pelopor yang gagah berani! Marhaen-Marhaen yang paling bersemangat, MarhaenMarhaen yang paling berkemauan, paling sadar, paling rajin, paling berani, paling keras hati, Marhaen-Marhaen itulah sudah cukup untuk menggerakkan massa aksi yang hebat dan bergelora dan yang datang pada kemenangan, asal saja tergabung di dalam satu partai pelopor yang tahu menggelombangkan semua tenaganya massa.

Dalam Buku Menuju Indonesia Merdeka Ir. Soekarno memberikan definisi terseniri tentang sebuah partai yaitu mengenai tentang apa yang disebut dengan partai pelopor. Dalam menjalankan seluruh tugas perjuangan kerakyatan terbut maka dbutuhkannya satu partai pelopor. Satu partai saja yang bisa paling baik dan paling sempurna, yang lain-lain tentu kurang baik dan kurang sempurna. Satu partai saja yang bisa menjadi pelopor!

Kenapa hanya satu partai, Ir. Soekarno menjelaskan dengan gamblang bahwa jika lebih dari satu pelopor, maka tentu akan membingungkan massa; lebih dari satu komandan, mengacaukan tentara. Riwayat dunia pun menunjukkan, bahwa di dalam tiap-tiap massa aksi yang hebat adalah hanya satu partai saja yang menjadi pelopor berjalan di muka sambil memanggul bendera. Bisa ada partai lain-lain, bisa ada kumpulan lain-lain, tetapi partai-partai yang lain itu pada saat-saat yang penting hanyalah membuntut saja pada partai pelopor itu, ikut berjuang, ikut memimpin, tetapi tidak sebagai komandan seluruh tentaranya massa, melainkan hanya sebagai sersan-sersan dan kopral-kopral saja. Pada saat “historische momenten” maka menurut riwayat dunia adalah satu partai yang dianggap oleh massa “itulah laki-laki dunia”, marilah mengikuti laki-laki dunia itu! Tetapi partai mana yang bisa menjadi partai pelopor di dalam massa aksi kita? Menurut Ir. Soekarno, parta tersebut adalah partai yang kemauannya cocok dengan kemauan si Marhaen. Partai yang segala-galanya cocok dengan kemauan Nature, partai yang memikul nature dan terpikul nature. Partai yang demikian itulah yang bisa menjadi komandannya massa aksi kita. Bukan partai borjuis, bukan partai ningrat, bukan partai Marhaen yang reformistis, bukan pun partai radikal yang hanya melakukan tindakan amok dan kerusuhan semata, tetapi partai Marhaen yang radikal yang tahu saat menjatuhkan pukulan-pukulannya. Seorang pemimpin kaum buruh pernah berkata: “Partai tak boleh ketinggalan oleh massa; massa selamanya radikal, partai harus radikal pula. Tetapi partai tidak boleh pula mengira, bahwa ia dangan anarcho-syndi¬calisme (amuk-amukan) lantas menjadi pemimpin massa. Partai harus memerangi dua haluan; berjuang memerangi haluan reformis dan berjuang memerangi haluan “anarcho-syndicalis”.

Oleh sebab itu, partai yang digambarkan oleh pemimpin inilah, yang juga tidak lembek, tetapi juga tidak anarki saja, melainkan konsekuen-radikal yang berdisiplin, partai yang demikian itulah yang bisa menjadi partai pelopor. Masyarakat sendiri akan menjatuhkan hukuman atas partai-partai yang tidak demikian; mereka akan didorongkan olehnya ke belakang menjadi paling mujur “partai sersan” saja, atau akan disapu olehnya sama sekali, lenyap dari muka bumi. Oleh karenanya, Marhaen, awas! Awaslah di dalam memilih partai. Pilihlah hanya itu partai saja yang memenuhi syarat-syarat yang saya sebutkan tadi!

Partai yang demikian itulah yang menentukan pergerakan rakyat jelata, mengubah pergerakan rakyat jelata itu dari onbewust menjadi bewust, mengasihkan pada rakyat jelata bentukan alias konstruksi daripada pergerakannya, membikin terang pada rakyat jelata apa yang dituju dan bagaimana harus menuju, menjelmakan perge¬rakan rakyat jelata yang tadinya hanya ragu-ragu dan raba-raba saja menjadi suatu massa aksi yang bewust dan insaf, suatu massa aksi yang oleh karenanya segera memetik kemenangan. Partai yang demikian itulah partai yang dibutuhkan oleh kaum Marhaen.

Demikianlah Ir. Soekarno menggambarkan tentang bagaimana sebuah partai bekerja dan melakukan pembangunan kesadran terhadap rakyat. Kehadiran partai sejatinya dalam upaya untuk menghantarkan rakyat indonesia pada pintu gerbang kemerdekaan yang sejati erdaulat adil dan makmur. Kehadiran partai menurut Ir. Soekarno lebih karena kebutuhan suluh maupun obor bagi perjuangan rakyat Indonesia dalam menghapuskan segala bentuk penjajahan kapitalimse dan kolonialisme.

Dipublikasikan kembali, Oleh : La Ode Muhamad Fardan

“Rakyat Jelata di Bumi Merdeka"

“Rakyat Jelata di Bumi Merdeka"

Oleh:  "La Ode Muhamad Fardan" °Penulis dari Suara Sebrang°

Setiap tahun kita tak pernah lupa merayakan hariKemerdekaan negeri ini.  Tepatnya setiap tanggal 17 agustus seluruh lapisan masyarakat di Bumi Indonesia memperingati Hari bersejarah dengan kegiatan yang berkaitan pada perayaan kemerdekaan. Sebagai Bangsayang menghargai jasa para pahlawan kita memang wajib menanamkan patriotisme dan nasionalisme pada diri kita dalam kondisi apa pun. Dari masa anak-anak  di sekolah, generasi muda dan siapun kita sepakat untuk menanamkan rasa patriotisme dan nasionalisme.

Jangan jadikan Kemerdekaan sebagai pelarian atau alasan untuk memerdekakan kepentingan perorangan atau golongan

Mari kita lihat di sekeliling kita, seiring dengan derasnya arus modernisasi dan globalisasi di negeri ini rasapatriotisme dan nasionalisme kita memang sedang di uji. Di mana-mana  terjadi kesenjangan, orang semakin tidak peduli pada sekelilingnya. Pergeseran etika dan perilaku sangat kentara di hadapan kita.  Sebagai contoh, sekarang masyarakat lebih menyukai memakai busana yang sedang  trend di negara lain dari pada produk dalam negeri. Kehidupan mereka pun telah di dominasi oleh budaya barat yang belum tentu sesuai dengan etika dan perilaku Bangsa Indonesia yang berbudi luhur . Pernah pada suatu ketika saya mendengar nyanyian seorang anak  sekolah dasar menanyi menirukan idola mereka di televisi dengan bahasa asing.  Kemudian muncul pertanyaan di benak saya, apakah si anak tersebut hafal  lagu kebangsaan Indonesia ?, Pernahkah lagu Indonesia RayaHalo-Halo BandungGaruda Pancasila dan lagu wajib lainnya juga mereka nyanyikan dengan bangga?. Pertanyaan ini adalah contoh kecil dorongan bagi kita selaku orang tua untuk mendidik anak-anak agar memiliki rasapatriotisme dan nasionalisme di jiwa mereka.

Kemana Patriotisme dan Nasionalisme kita bersembunyi?

Lagi-lagi kita menghadapi erosi perilaku yang melunturkan rasa nasionalisme kita. Di banyak media cetak maupun elektronik kita sering melihat perilaku para penentu kebijakan, penguasa, juga para wakil rakyat kita ber seturu dengan alasan perbedaan pendapat.  Padahal kita semua tahu dibalik perdebatan dan perseteruan itu tidak sepenuhnya mewakili rakyat kita. Perbedaan pendapat yang mereka kedepankan sebagai wujud dari kebebasan hak ada kalanya memang jelas-jelas merujuk pada kepentingan perorangan dan golongan. Sungguh memperihatinkan. Kita terlanjur asyik menerapkan Kemerdekaan sebagai symbol kebebasan yang kebablasan dan cenderung melunturkan rasa nasionalisme kita. Celakanya banyak tokoh dan Para wakil rakyat kita yang terhormat menggunakan politik adu domba seperti pada jaman penjajahan dahulu.  Mereka pun berdalih atas namakemerdekaan mengeluarkan pendapat. Pertikaian terjadi di mana-mana, kesenjangan sosial menyeruak tiada henti. Akan kah ini menjadi rutinitas dan tirani baru di alam kemerdekaan ? Jawabannya ada pada hati kita.

DIRGAHAYU RAKYAT JELATA KU

Lewat tulisan yang seadanya ini saya hanya ingin mengajak pada diri saya sendiri beserta seluruh komponen bangsa untuk sama-sama memupuk kembali semangat patriotisme dan nasionalisme di benak, nurani dan jiwa kita. Mari kita makna-i kemerdekaan ini dengan me merdeka kan seluruh anak bangsa dari jajahan kemiskinan, kebodohan, keterbelangan dengan mengedepankan cinta dan kasih sayang. Bukan menandai kemerdekaan dengan kebebasan yang kebablasan, juga bukan men citra-i kemerdekaandengan me merdeka kan para koruptor, mafia atau para penjahat yang seolah-olah berhati malaikat.

DIRGAHAYU Yang Terhormat Wakil Rakyat ku

Dirgahayu Bangsa ku, Gemilang Negeri ku, JayaIndonesia ku.  Saya warga Desa terpencil (Desa Bone-bone) yang masihkampungan ingin meneriakkan kemerdekaan se keras-kerasnya agar semua mendengar, agar semua peduli, agar semua ikut memberi makna pada kata merdeka sebagai simbol kecintaan kepada Bangsa dan Negara. Bukan sebagai pelarian dan alasan manakala kita punya kepentingan. Saya bangga dapat hidup bersama  rakyat Indonesia dibumi  merdeka, tapi saya prihatin koruptor, penjahat klimis, mafia dan seluruh sampah negara ikut di merdeka-kan. Ini perlu kita renungkan dengan hati yang bersih dan bijak, agar negeri yang merdeka ini benar-benar lepas dari segala belenggu. Sebagai wujud kecintaan saya pada Negara, saya berikan hadiah 'opini' tulisan kreatif ciptaan saya  berjudul “Rakyat Jelata di Bumi Merdeka"