La Ode Muhamad Fardan™| "Kenangan" Mengingatkan Tentang Keindahan Kampung Halaman Ku
Apa kabar duniaku? kembali aku menghirup udaramu dengan rasa yang sangat-sangat baru. Akhir-akhir ini cuacamu sangat tak menentu, menemani akhir pekan yang aku rasa semakin ambigu untuk dinimati.
Tapi tak apalah, mau gimana lagi, tak mungkin kusalahkan kau tentang buruk dan baiknya cuacamu, karena aku merasa yakin bahwa kau tak beraslah dan tak punya andil dalam perubahan itu.
Kau tahu kampungku? kampungku berada dipelosok daerah sana. Dulu, ketika saya masih berumur enam hingga sepuluhan tahun, banyak orang-orang tak mengenal kampungkuu, bahkan ada nada menghina tersirat dalam ucapan orang-orang itu. Namun aku masih bangga terhadap kampungku itu.
Tahu kenapa? Karena saya merasa kampungku memiliki segalanya, ya, alam yang melimpah, tetangga yang menebar senyum, ramah tamah dalam silaturahmi, masih banyak hutan yang dapat dilihat, dan juga kepelosokannya kukira. "Kampungku Desa Bone - Bone serasa negeri yang luar biasa, memberikan ikan-ikan segar dari lautnya yang jernih, tempat para penduduk berenang serta mengais rezeki. (Desaku 10 Tahun Silam)
saya masih ingat ketika teman - teman mengajakku mencari ikan ditepi laut yanga indah dikampungku, men-jala ikan sambil belajar tersenyum dengan pemandangan ini, kami men-jala –namun masih saja tak sempurna - dan luar biasa yang kami dapatkan dari ketidak semprnaan itu, ikan-ikan segar untuk kami makan dan masuk dalam tungku ibuku.
Alam, Kali Jernih dan Laut dikampungku merupakan sahabatku, berendam lama di laut merupakan hobi kami saat anak-anak, tak jarang kami-pun demam tinggi dibuatnya karena tak dengar nasihat ibu dan nenek. Tapi, tetap saja saya dan teman - teman membandel dan tetap terjun kesungai/Kali dan Laut yang indah dikampung ku. Betapa nakalnya kami saat itu.
Tapi entah mengapa, saya merasa luar biasa bahagia. Aku pernah diajak orang tuaku berjalan kaki ke kebun yang letaknya jauh sekali dari rumah, digerogoti nyamuk, masuk jalanan berlumpur hingga kotor pakaianku.
Namun sejak aku lulus dari sekolah dasar, orang tuaku ingin aku maju. Mendambakan pendidikan yang baik sebagaimana diharapkan oleh orang-orang tua lainnya. Berangkatlah aku, dan akhirnya dengan perjalanan dan perjuangan yang berat aku sampai disini, Kota Provinsi Sulawesi Tenggara "Kota Kendari".
Kau tahu duniaku? sesekali aku pulang melihat kampungku, menjenguk orang tuaku/keluargaku, membebaskan rasa rindu yang luar biasa lama dipendam. Tapi bagaimanapun saya harus kuat, karena saya adalah seorang laki-laki.
"Laki-laki haruslah bersifat kesatria, yang tegar dan kuat serta bertanggung jawab. Begitu pepatah-pepatah yang aku dengar dari para guru".
Akhir-akhir ini saya mengerti mengapa banyak perubahan pada duniaku yang sering tak tentu ini, alam-mu yang dulu kulihat indah, lebat dan rupawan, kini tergantikan dengan degradasi besar-besaran. Hutanmu gundul rupanya, hanya menyisakan kantong-kantong uang bagi pembesar yang tak tahu aku dari mana datangnya.
saya merasa terjarah dalam kampungku sendiri, awal-awalnya saya masih merasa bodoh melihat betapa tak sesuainya keseimbangan ini, tapi sejak berada ditempat yang jauh, sedikit-sedikit saya mengerti, betapa tak aman lagi alam kampungku saat ini.
Pernah saya diajak keluargaku berjalan ke arah hulu, melihat-lihat apa perkembangan akhir-akhir ini pada negeriku. Luar biasa, hutanmu sungguh tinggal sedikit lagi, rawa-rawa menyempit dan hampir tak menyisakan air. Yang aku rasakan sesudahnya adalah panas dan gersang dibawah terik yang luar biasa, serasa matahari mendekat diatas ubun-ubunku. Lautan yang indah kelihatan marah dan berhenti memberikan ikan dikampungku, karena tangan tangan robot yang meratakkan karang-karang lautan seperti daratan yang gersang.
Sadarlah aku, keseimbanganmu talah goyah oleh generasi-generasi kami yang tidak berfikir ulang tentang bagaimana kontribusimu selama ini. Kau memberikan segalanya dari alam Tuhan ini “gratis” tak mengharap balasan, sedangkan generasi kami membabatnya dengan berbagai macam alasan.
Tahulah aku, sungai dan Laut kami yang jernih dulu, kini airnya semakin memudar, beralih keruh. Tak terlihat lagi batu-batu kali, tak terlihat lagi karang-karang penyelamat umat, tempat kami semasa anak-anak melempar-lemparkan badan ini dengan senang untuk berenang ke dasar kali dan laut indah dikampungku., "Sekarang telah sirna" Hanya tinggal tebing-tebing yang bisa melongsorkan tanahnya kapan saja ia mau, dan akhirnya aku pulang dan tak jadi berendam.
Oh, itulah rupanya curhatanku “duniaku” selama ini dengan cuacamu, negeriku yang kaya ini menggerogoti dirinya dengan mambumi-hanguskan alamnya sendiri. Entah hingga kapan generasi kami akan duduk manis mendengarkan ucapanmu dan mengamini permintaanmu. Membelai kembali alammu dengan perilaku sahaja, besahabat sebagaimana nenek moyang kami jauh sebelumnya.
Hari ini, cuaca masih panas, dan aku sebisa mungkin memahami dan mendengar dengan baik pembicaraanmu pada alam ini. Apapun itu, aku masih tetap menikmati dan tersenyum terhadapmu. Salamku..
Alam dan Cuaca Ku : "Saat ini maafkan generasi yang tak tau diri tentang keadaanmu"
Hingga tulisan ini terbit., ini terkhusus cerita tentang Desaku/Kampungku dan apabila ada kesamaan dalam tulisan ini yang menyerupai tentang permasalahan yang sama maka semoga bisa dijadikan kenangan manis bersama ☺
Oleh : La Ode Muhamad Fardan
Pengurus Pusat Studi Demokrasi Kendari
"PSD Kota Kendari"
(Sarjana Ilmu Komunikasi / Fisip UHO Angkatan 2011 )
D 4 Ni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar