Ketika itu Aku Ingin Lari...
...
"Terkadang aku merasa kebahagiaan ini milik dunia, bukannya milikku..."
***
Wuuuussshhhh. Terdengar jelas suara dengung di kedua telingaku. Angin itu seperti menyeruak masuk di celah-celah helm yang kupakai ini. Ia seakan memburu, memenuhi pendengaranku. Kupacu sekali lagi motor yang kukendarai. Pada speedometer kulihat jelas, jarumnya menunjuk ke angka 100. Aku tak peduli lagi. Kusalip beberapa mobil di depanku. Satu persatu motorpun aku lambung. Badanku terasa mengawang, menghantam angin yang seakan ingin menerbangkanku. Aku tercekat, menahan napas. Aku hampir terhimpit di antara di antara dua truk besar yang sedang melaju. Aku menoleh ke belakang. Sekilas kulihat sopir truk itu menunjuk-nunjuk ke arahku. Mulutnya terbuka seperti mengumpatku. Aku tak peduli. Kini, pikiranku sangat kacau. Aku ingin berteriak. Aku ingin lari. Ya, aku ingin lari dari kehidupan dan kenyataan ini. Kata-kata yang mereka ucapkan tadi masih sangat jelas terekam di otakku. Bahkan dari bibir manisnya, aku tak menyangka. Aku tahu. Aku sadar. Karena sepertinya kebahagiaan bukanlah milik orang jelek seperti diriku ini.
"tapi selalu ku teringat perkataan para orang tua dikampung bahwa lari dari kehidupan dan kenyataan bukan sifat yang kstaria, karena kita hidup bukan untuk jadi pecundang"
pada akhirnya kujalani hidup ini penuh dengan keyakinan bahwa Tuhan menunjukan jalan terbaik bagi hambanya., kapanpun itu dan dimanapun kita berada pasti Tuhan menepati janji bagi hambanya" kita hanya perlu menunggu sedikit waktu".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar