Selasa, 14 Juni 2016

CoretanKu pada Bingkai Hitam dan Gelap Akan sebuah Ideologi Mahasiswa


Mudah-mudahan bisa berguna bagi pembaca dan para mahasiswa baru yang masih idealis. Mari bergerak membangun bangsa!

(Di sisi lain, saya cukup bangga bisa mengutip Buku She Hok Gie dalam tulisan serius, tanpa terkesan lucu).

——– Tulisan dimulai di sini —————-

“Setiap generasi muda akan selalu melampaui pendahulu Kita” – Bungkarno "Nama ini mengingatkan penulis pada keadaan Indonesia sekarang". Setelah hampir 71 tahun merdeka, apakah Indonesia telah melampaui para pendahulunya, yaitu para pejuang dan pahlawan kita yang telah mewariskan kepada kita negara yang kaya akan sumber daya alam dan keanekaragaman budaya ini? Apakah kita, generasi muda, masyarakat pada umumnya dan mahasiswa khususnya, telah menjalankan peranannya masing-masing dengan baik?

Tulisan ini dibuat terkait dengan mahasiswa yang menjadi “*agent of change*” dari bangsa ini, yang menentukan apa jadinya bangsa ini beberapa dekade kedepan. Pencitraan kekerasan yang dibuat oleh mahasiswa sendiri maupun pemerintah telah mengubah paradigma masyarakat kepada mahasiswa. Mahasiswa yang seharusnya dekat dengan rakyat, yang seharusnya menyuarakan apa yang diinginkan rakyat, telah menjadi jauh dari masyarakat. Mahasiswa yang seharusnya mempertanyakan setiap kebohongan yang ada telah menjadi pelaku kebohongan. Mahasiswa yang merupakan sosok intelek berubah menjadi sosok yang anarkis dan penuh kekerasan.

Kenapa bisa berubah?

Sama seperti kita tidak dapat mencegah siang berganti ke malam, tentunya perubahan, baik yang positif maupun yang negatif, tidak dapat kita hentikan. Perubahan memang diperlukan, namun ada baiknya perubahan itu selalu diawasi dan diarahkan ke arah yang positif.

Indonesia dilahirkan oleh perjuangan mahasiswa yang belajar di negri Belanda. Pada masa itu (sekitar tahun 1940-an) mahasiswa memiliki peranan yang sangat besar dalam perjuangan melawan penjajah. Dari pidato-pidato Bung Karno yang membangkitkan motivasi sampai pendebat-pendebat penjajah di negri asing seperti Perhimpunan Indonesia milik Bung Hatta semuanya melibatkan mahasiswa. Mahasiswa pada saat itu memiliki pernan penting dalam sejarah bangsa kita. Mungkin hal ini yang menyebabkan perkembangan negara Indonesia dari dulu sampai sekarang diidentikkan dengan perkembangan gerakan mahasiswanya. Tetapi zaman telah berubah.

Tak lagi seperti pada zaman penjajahan dimana perkembangan bangsa ini masih berfokus pada perkembangan politis yang membutuhkan banyak pidato-pidato yang baik dan memotivasi rakyat maupun debat-debat dengan negara asing untuk memajukan bangsa, sekarang perkembangan bangsa Indonesia cenderung lebih signifikan dan luas dalam bidang ekonomi / finansial masyarakat luas demi kesejahteraan bangsa. Kalau dulu kita membutuhkan semangat nasionalis dengan bentuk motivasi / gerakan merdeka sekarang sudah berubah jauh. Kita sekarang lebih membutuhkan semangat nasionalisme dalam bentuk kesejahteraan hidup materi dan finansial daripada semangat motivasi seperti mahasiswa pada zaman dulu yang suka berpidato dan berdebat.

Zaman sekarang lebih dibutuhkan mahasiswa yang dapat melakukan sesuatu yang riil dalam menciptakan kesejahteraan, yang tentunya tidak dapat dicapai hanya dengan kata-kata motivasi. Dengan zaman dan keadaan yang berubah, kebanyakan mahasiswa di negara kita tidak mengikuti perkembangan itu, sehingga pastinya pandangan masyarakat kepada mahasiswa menjadi berubah.

Apa yang dapat dilakukan mahasiswa untuk negara?

Menilai dari apa yang telah dilakukan mahasiswa sekarang, tentunya kita tahu, demonstrasi seperti yang dilakukan mahasiswa sekarang tidak menghasilkan apa-apa. Perdebatan-perdebatan maupun diskusi terbuka yang dilakukan oleh kaum intelektual bangsa ini juga hanya membawa dampak yang sangat kecil pada kemajuan bangsa dan negara kita. Yang menjadi pertanyaan, kalau apa yang telah dilakukan sekarang tidak dapat menyelesaikan permasalahan bangsa ini, apa yang dapat mahasiswa lakukan agar bangsa ini dapat terus berkembang?

Kenyataannya, disaat masyarakat mengalami penderitaan karena berbagai marginalisasi yg dilakukan penguasa, kita justru melihat mahasiswa sibuk tawuran antar sesamanya, menjadi pemakai narkoba, menjadi agen hedonisme dan materialisme bahkan menjadi makelar politik penguasa yg korup. Jika demikian pantaskah gelar “maha” itu diletakkan dalam pundak mahasiswa?

Mahasiswa seharusnya mengerti akan tanggung jawab yang dipikulnya sangat berat. Seperti kata pepatah kuno, “*with great power comes great responsibilities*”, mengemban nama “maha” tentunya membuat kita memiliki tanggung jawab yang “maha” juga. Tanggung jawab sebesar apa yang dipikul mahasiswa? Yaitu tanggung jawab untuk menentukan masa depan bangsa ini, tanggung jawab untuk menentukan nasib ratusan juta orang rakyat Indonesia.

Menurut pandangan penulis, setidaknya ada 3 jenis mahasiswa yang ada di Indonesia sekarang, yaitu :

Mahasiswa yang menjadikan demonstrasi hanya sebagai ajang untuk unjuk gigi, agar dirinya dapat dikenal sebagai mahasiswa yang oke, mahasiswa yang ikut-ikutan demonstrasi untuk bolos masuk kuliah. Mahasiswa seperti ini tidak benar-benar memperdulikan rakyat maupun negaranya. Dan mahasiswa seperti inilah yang biasanya melakukan aksi-aksi anarkis maupun terlibat dalam bentrok dengan aparat keamanan pada saat demonstrasi.Mahasiswa yang tidak mempedulikan keadaan politik sekitarnya. Mereka hanya berusaha untuk belajar dengan baik, yang penting datang ke kuliah, mengikuti ujian, dan lulus dengan IP yang bagus. Mereka tidak memperdulikan apakah BBM akan dinaikkan harganya, maupun siapa-siapa saja yang akan berpartisipasi dalam pemilu 2009.Mahasiswa yang benar-benar memperhatikan dan memperdulikan nasib bangsa. Mahasiswa yang memikirkan apa yang dapat dilakukan olehnya untuk bangsa ini. Mereka biasanya menyuarakan keadilan, berdemonstrasi dengan tenang dan mengikuti aturan, mengikuti perdebatan-perdebatan maupun diskusi untuk memajukan bangsa ini.

Celakanya (menurut pengamatan penulis), yang menjadi minoritas adalah mahasiswa golongan ketiga. Penulis sendiri malu menjadi mahasiswa yang termasuk dalam golongan kedua, yang kalaupun perduli, tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk bangsa ini.

Melihat mahasiswa saat ini, mahasiswa sudah terdegradasi kemahaannya. Kampus sudah menjadi ajang fashion show dan perkumpulan pemabuk maupun penjudi. Apakah mahasiswa yang seperti ini layak untuk menjadi penerus bangsa kita? Apakah mereka layak menjadi penentu nasib ratusan juta jiwa rakyat Indonesia?

Mahasiswa yang benar-benar memikirkan nasib bangsanya tahu, jawaban dari inflasi dan segala kesulitan ekonomi bukanlah merengek-rengek dan berteriak minta tolong. Jawaban dari tekanan ekonomi ialah peningkatan produktivitas. Produktivitas dimana-mana, baik di kelas, di tempat kerja, maupun di masyarakat. Jadi, jawaban dari segala kesulitan rakyat yang ada bukan dengan hanya sibuk berdemonstrasi.

Bergeraklah. Bekerjalah. Jalankan roda ekonomi negara kita. Buka lapangan kerja, berikan pendidikan yang meningkatkan produktivitas (yang secara langsung maupun tidak akan meningkatkan pendapatan). Belajar keras, karena saingan kita adalah Malaysia, Singapura, RRT, Korea, Filiphina, bahkan negara-negara maju di barat seperti Inggris dan Amerika. Membuka lapangan kerja tidak hanya terbatas pada memiliki modal besar. Lapangan kerja terkadang berasal dari energi, pemikiran, dan usaha. Daripada berdemonstrasi yang seringkali berakhir dengan bentrok atau aksi anarkis kenapa tidak melakukan transfer pengetahuan dari yang sanggup mengenyam pendidikan di perguruan tinggi ke mereka yang tidak sanggup?

Maksimalkan kemampuan yang dimiliki. Sesuaikan apa yang dikerjakan dengan apa yang dipelajari. Mahasiswa Teknik dapat melakukan riset ataupun menciptakan barang-barang yang berguna bagi masyarakat dalam berbagai lapisan. Mahasiswa Ekonomi dapat membuka unit-unit usaha secara struktural maupun mengkaji kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemerintah. Mahasiswa Hukum dengan keahliannya dapat membuat masyarakat menjadi sadar dan taat akan hukum. Indonesia memiliki terlalu banyak potensi yang tidak digali. Beberapa penemuan maupun inovasi yang dilakukan oleh kita telah membuat negara-negara maju berdecak kagum.

Kembalikan pandangan masyarakat ke mahasiswa yang menjadi agent of change,* iron stock, dan *guardian of valueAgent of change tidak memerlukan dukungan dari masyarakat, karena masyarakat kita cukup pintar untuk menilai. Apabila kelihatannya membawa perubahan yang baik, rakyat tentunya akan mendukung dengan sendirinya. Rakyat selalu dekat dengan mereka yang senasib dan sepenanggungan, yang mengerti dan perduli dengan apa yang mereka rasakan. Rakyat tidak perduli apakah yang senasib dan sepenanggungan dengan mereka itu adalah mahasiswa, presiden, atau bahkan tukang beca. Tidak selalu menjadi patokan bahwa mahasiswa itu dekat dengan rakyat. Kalau yang dilakukan hanya berpestapora, menyebabkan kerusuhan, tidak perduli dengan keadaan, senang di atas penderitaan orang lain, baik mahasiswa maupun pejabat tentunya akan menjadi jauh dengan rakyat.

Demonstrasi adalah cara paling mudah dan paling sederhana untuk menunjukkan suatu aksi. Tidak perlu membaca buku yang tebal-tebal, tanpa perlu pusing mengerjakan tugas-tugas kuliah, tidak perlu belajar keras berbulan-bulan hanya untuk mengerti satu mata kuliah, tidak perlu memikirkan berapa IP yang didapat, tanpa perlu memperdulikan apa yang harus dilakukan 10 sampai 20 tahun kedepan, tanpa perlu memikirkan apakah BBM di Indonesia masih cukup untuk rakyatnya 20 sampai 30 tahun ke depan. Yang penting demo, urusan seperti itu dapat dikesampingkan.

Tapi, apakah kita mau dan ingin menjadi mahasiswa yang seperti itu? Apakah kita masih layak menyandang gelar “maha” bila kita berpikri seperti itu? Pantaskah nasib 200 juta orang dipertaruhkan di tangan kita apabila kita masih memiliki pemikiran yang demikian ? Mari kita isi kemerdekaan kita ini dengan hal-hal positif yang dapat memajukan bangsa ini. Kita bangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan disegani di seluruh dunia. Lakukan perubahan terhadap bangsa ini agar kita dapat benar-benar layak menyandang gelar “Maha”.

Oleh : La Ode Muh Fardan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar