Penulis : La Ode Muh Fardan
Di tengah Bangsa (terkhususnya Kota Kendari_Sulawesi Tenggara) yang sedang dirundung krisis kepercayaan dari rakyat khususnya di bidang penegakan hukum, hampir semua kalangan mengharapkan peran dari pemimpin bangsa untuk menghentikan dikotomi peran kepentingan antar sesama institusi penegak hukum.
Sebagai rakyat kecil Sulawesi Tenggara, Saya merasa sangat prihatin akan fenomena ini. Sepertinya kepemimpinan nasional saat ini sedang teruji kritis. Perlombaan peran dan kepentingan institusi penegak hukum seperti kasus cicak buaya yang dulu sempat mengemuka dan kasus lainnya, seringkali membetot emosi rakyat Indonesia. Termasuk penulis, hingga menggelitik nurani untuk curhat argumentatif akan nasib kepemimpinan bangsa ini.
Dalam suatu diskusi kecil dengan rekan Mahasiswa yang biasa dipanggil “Ode Barakati_Dani", penulis mendapat inspirasi tentang istilah pemimpin “bertangan besi” dan pemimpin dengan hati. Seketika berfikir, apakah dalam menyelesaikan suatu masalah bangsa yang begitu urgen dan berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat harus menggunakan “tangan besi?”. Mencoba membuka beberapa referensi tentang kepemimpinan, ternyata hampir semua istilah tangan besi berkonotasi negatif.
"Namun ada satu artikel dari pakar pemerintahan UGM Prof Dr Warsito Utomo menyatakan bahwa dalam kondisi tertentu Negeri ini masih sangat membutuhkan Pemimpin yang bertangan besi dalam perspektif yang positif".
Tangan besi yang dimaksudkan di sini adalah metode pemerintahan yang sangat menjaga wibawa dan kedaulatan negara. Bukan yang menindas rakyatnya. Tetapi pemimpin yang bisa melindungi harga diri rakyatnya.
"Sulawesi Tenggara ini harus mempunyai pemimpin dengan ketegasan yang kerap dianggap tanpa konpromi atau sepihak"
Jika saat yang kritis dan seorang pemimpin harus diuji untuk mengambil keputusan maka tangan besi harus diambil saat kata sepakat tidak ada, dengan tujuan utama hanya untuk Persatuan dalam Memimpin Rakyatnya
Untuk menyelesaikan suatu konflik panjang yang berpotensi memecah belah persatuan yang saat ini terjadi di Kota Kendari, seharusnya Daerah besar Sultra ini haruslah dipimpin oleh Pemimpin yang bertangan besi. Sekali lagi, bertangan besi dalam hal ini bukan berarti kejam, tetapi keras, tegas dalam menegakkan aturan yang berlaku, taat dan patuh pada undang-undang dan konstitusi, tidak konfromi terhadap kepentingan golongan tertentu, tidak membiarkan masalah berlarut menjadi benang kusut permasalahan bangsa serta hanya memberi solusi yang mendamaikan dan mensejahterkan rakyat yang dipimpinnya.
Pada kesempatan yang sama pula, sekalipun mengambil pola “tangan besi” Pemimpin Sulawesi Tenggara, kini tetap diharapkan memimpin dengan hati. Rasanya saat ini, mencari pemimpin yang memimpin dengan hati amatlah sulit. Walau sulit, namun sebagai rakyat tetap memiliki asa yang besar agar pemimpin kita saat ini tetap memimpin dengan hati.
Walau kalangan orang yang skeptis berkata bahwa kini menemui pemimpin yang memimpin dengan hati menjadi barang yang langka, yang ada malah pemimpin yang lebih mengutamakan kekuasaan dan kekayaan dari pada melayani kepentingan rakyat. Namun, percayalah memimpin bukanlah persoalan banyaknya harta dan tingginya tahta yang didapatkan, tapi hakikat memimpin ialah memberi pelayanan yang baik terhadap kebutuhan rakyat.
Adalah prestasi luar biasa bagi pemimpin yang melayani kebutuhan rakyatnya dengan hati (pendekatan) bukan dengan penindasan (keterpaksaan). Pemimpin yang seperti itu, tentu akan membuat rakyat nyaman dan hidup tenang serta mensejahterakan yang dijadikan prioritas utama.
Sudah menjadi kewajiban jika pemimpin harus melayani rakyat dengan hati. Sebab, mereka ada karena dukungan rakyat pula. Sehingga perlu disadari bahwa tugas utama pemimpin ialah melayani, mengayomi serta menyejahterakan kehidupan rakyatnya. Karena rakyat ialah pemegang kedaulatan tertinggi sebuah negara, maka pemimpin ialah pelayan rakyat.
Konsep sederhana dikemukakan oleh Abu Bakar Asshidiq (sahabat Nabi) bahwa memimpin dengan hati itu bukan saja memimpin dengan tindak laku jasmani melainkan juga sikap hati dan jiwa (rohani). Sesuai ucapan dan perbuatan, terbukti teori dan perilaku. Ketika mengeluarkan pernyataan (ucapan) dia tak akan menyakiti hati kaum yang dipimpin, pada saat berbuat dia tak bersedia dipuji, tidak berharap imbalan dan menghitung-hitung. Kepemimpinannya memiliki pengaruh dan dampak pada perilaku kaum yang dipimpin. Dia akan disegani bukan karena kedudukannya sebagai pemimpin melainkan karena perilakunya.
Memimpin dengan hati itu tidak menjadi sombong dengan mengaku sebagai yang terbaik, paling ahli, paling pintar, paling punya pengaruh dan paling-paling lainnya. Memimpin dengan hati itu tidak ingin menjadi dan dijuluki sebagai pemimpin hanya agar manusia mengakuinya sebagai pemimpin, sebagai orang yang berkuasa memerintah, menghukum, memperkaya diri dan sebagainya. Memimpin dengan hati itu dapat dipercaya, ditaati, dan dicontoh oleh seluruh kaum yang dipimpin secara lahir batin.
Bungkarno pernah berpesan pemimpin itu harus memiliki sikap tegas tanpa diselimuti kepentingan golongan tertentu, namun tetap menggunakan hatinya sebagai petunjuk nilai kemanusiaan.
Semoga pemimpin Sultra saat ini dapat secara tegas keluar dari segala macam kepentingan dan tetap memimpin dengan hati, amiiin. Rakyat Menantimu.
Oleh : La Ode Muh Fardan
Penulis Pada Blogger Cakrawala Sultra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar