Selasa, 17 Mei 2016

Berdikari pada Politik Presidensial

Cretive by fardan ode
Next penelitian proposalKu.

Proses-proses politik yang berlangsung hingga kini, rupanya, mewartakan sebuah pendidikan politik berharga bagi kita dalam kehidupan bernegara. Bahwa keberhasilan sebuah sistem politik presidensial membangun stabilitas politik dalam tatanan demokrasi membutuhkan hadirnya integritas kepemimpinan. Kemampuan melakukan kompromi dan negosiasi ditingkat elite agaknya tidaklah cukup menciptakan suasana sejuk sekaligus kukuh dalam sistem politik. Terkait kepemimpinan presiden, persoalan integritas kepemimpinan bukanlah semata-mata berhubungan dengan moralitas secara sempit.
Pakem dari tatanan sistem politik presidensial sejatinya memiliki tujuan untuk menghadirkan keseimbangan antara lembaga presidensial yang kuat dan check and balances yang melibatkan lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif. Stabilitas politik dan berjalannya pemerintahan eksekutif untuk mendeterminasi dan menjalankan kebijakannya adalah esensi dari sistem presidensial.
Prinsip utama dan tujuan sistem presidensial itu, menurut Andrew Heywood (2001), diterjemahkan dalam mekanisme politik bahwa: pertama, baik presiden maupun legislator dipilih langsung oleh rakyat sehingga masing-masing institusi memiliki legitimasi yang kuat (dual legitimacy) dan satu sama lain tidak dapat saling menjatuhkan kecuali melalui mekanisme pemakzulan bagi presiden.Kedua, kekuasaan presiden bersifat tak terbagi (sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan). Ketiga, presiden memimpin secara langsung pemerintahan yang dipilihnya dengan hak prerogatif presiden untuk memilih dan memberhentikan menteri-menterinya. Keempat, presiden bertanggung jawab langsung kepada konstitusi dan rakyat sebagi pemilih.
Dari mekanisme politik yang tersusun dari sistem presidensial, presiden sebagai lembaga eksekutif yang otonom memiliki otoritas untuk memilih dan memberhentikan menteri sebagai pembantunya dalam pemerintahan tanpa adanya intervensi dari kekuatan politik eksternal.

Namun bagaimana dengan menteri keuangan negara kita (Sri Mulyani)?

Ditengah persepsi keberhasilanya dalam melakukan reformasi ekonomi, tidak mengherankan apabila tercium aroma tekanan politik yang kuat dari kekuatan elite-elite politik yang berbuah keputusan dirinya untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri keuangan. Dan hak prerogratif presiden tersandera oleh tekanan dan intervensi elite politik dari peristiwa yang melatar belakanginya. Dan saat ini, dimana kursi menteri keuangan kosong dari mundurnya sri mulyani, hak prerogatif presiden mungkin akan terduksi dengan intervensi elite politik untuk menampilkan calon pengganti.
Akibat yang muncul dari melemahnya hak prerogatif presiden dan menguatnya intervensi elite politik dalam penentuan kabinet akan berakibat melemahnya pertimbangan profesionalitas, kompetensi, dan meritokratik dalam mempertimbangkan siapa yang menduduki jabata publik dan menguatnya pengaruh kompromi, negosiasi, dan transaksi kepentingan elite politik dalam menentukan pemilihan menteri.
Terkait kandidat jabatan menteri keuangan yang tengah kosong, besar kemungkinan tidak secara langsung orang partai akan menduduki jabatan tersebut. Meski demikian, rekomendasi dan tekanan yang berasal dari kepentingan politik sangat besar terjadi ketika elite mengetahui bahwa kebijakan dan otoritas presiden sangat mudah di intervensi.

Send from L40De

Tidak ada komentar:

Posting Komentar